
Demikian ditegaskan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi pada forum legislasi bertema "RUU Kebidanan" di media center DPR, Selasa (7/6). Selain Emi, pembicara lainnya anggota Komisi IX Irma Suryani dan mantan Ketua Umum PB IDI, Kartono Muhammad.
Menurut dia, RUU kebidanan sebenarnya bukan cerita baru. Sebab tahun 2003, pihaknya sudah memperjuangkannya dan terus berproses bersama dengan RUU pendidikan kedokteran. Namun sampai sekarang RUU kebidanan belum tuntas dan dibahas lagi atas inisiatif DP.
"RUU ini penting apalagi bidan bekerja di tengah masyarakat, terutama masyarakat di daerah terpencil. Jumlah bidan di sana mencapai 80 ribuan," ujar Emi.
Mereka, dia menambahkan perlu dilindungi. Sebab sebanyak 87 persen nasib ibu dan anak berada ditangan bidan, terutama bidan yang bertanggungjawab dan berkompeten.
Menurut dia, dalam melaksanakan tugasnya itu, bidan perlu mendapat dukungan dan perlindungan dari UU, terutama status dan kepastian kenyamanan dan keamanan dalam bekerja di daerah dan desa terpencil.
"Sebab kita masih ingat tahun 2014, bidan meninggal dunia karena tenggelam saat menangani pasien di satu daerah pedalaman," ungkapnya.
Selain keamanan, RUU tersebut juga sangat penting karena mengatur pendidikan, pelayanan dan registrasi serta bagaimana bidan menjalankan kewajibannya sesuai dengan UU.
Sebab, menurut Emi, banyak bidan di desa yang sulit mengikuti pendidikan berkelanjutan. Pemahaman mereka tidak berkembang sementara pendidikan bidan berkembang pesat.
"Jadi semuanya perlu diatur dalam UU sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang standar," demikian Emi.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA