Mantan kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus Bengkulu, Syafri Syafii akhirnya membuka mulut setelah beberapa kali membisu tiap ditanya mengenai biaya komitmen untuk pengamanan perkara kasus korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
Syafri membenarkan adanya biaya komitmen sebesar Rp 1 miliar. Menurutnya biaya tersebut merupakan permintaan dari majelis hakim yang menangani perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus. Namun, dirinya tidak menyebut secara spesifik siapa hakim yang meminta tarif tersebut. Apakah permintaan Hakim Tipikor Bengkulu Janner Purba atau Hakim Ad hoc Tipikor Bengkulu Toton.
"Itu permintaan hakim," ujar Syafri singkat sebelum masuk ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis (2/6)
Syafri hari ini dijadwalkan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi tersangka Edi Santroni, Wakil Direktur Keuangan RS M. Yunus.
Pelaksana harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati menjelaskan, pemeriksaan Syafri untuk dimintai keterangan untuk mendalami dugaan permintaan commitment fee terkait kasus dugaan suap pengamanan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011 yang telah menjerat lima orang tersangka. Termasik Janner Purba, Toton dan Panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka ES (Edi Satroni)," ucap Yuyuk
Kasus dugaan suap pengamanan perkara korupsi ini terkuak setelah tim Satgas KPK menciduk lima orang dalam oprasi tangkap tangan di sejumlah tempat di Bengkulu pada Senin (23/5) kemarin.
Kelima orang tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri Kapahiyang, Bengkulu Janner Purba, Hakim Hakim Adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu Toton, Panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Kemudian mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Janner, Toton dan Badarudin disangka sebagai penerima suap. Sementara itu, Edi dan Syafri selaku terdakwa perkara korupsi yang terjadi di RS M Yunus itu disangka sebagai pemberi. Uang yang diberikan keduanya sebesar Rp650 juta dari yang dijanjikan Rp1 miliar.
Perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSMY Bengkulu ini bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu periode 2012-2015 mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSMY Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara disinyalir mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.
Kasus itu pun bergulir ke persidangan di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan perkara tersebut, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA