Pembentukan Badan Otorita Danau Toba dianggap sia-sia jika pemerintah dan aparat hukum terkait tidak mau melakukan perubahan dengan menindak tegas oknum yang diduga terlibat korupsi laten khususnya di Dinas Perhubungan dan Dinas Pasar Toba Samosir (Tobasa).
Menurut Direktur Pusat Analisis Informasi Pariwisata (PAIP) Jones Sirait di Jakarta, hari ini, korupsi dan sikap arogansi kekuasaan hanya akan menjadi kontraproduktif terhadap rencana apapun yang dilakukan pemerintah.
Terutama di Ajibata, lokasi pusat pelabuhan terpenting menuju Pulau Samosir, pintu gerbang ekonomi Tobasa di bagian barat, dan salah satu daerah yang diusulkan menjadi lokasi 500 hektar yang akan dikelola secara otoratif oleh Badan Otorita Danau Toba.
"Jadi saya minta Pemkab Tobasa mencermati hal ini, karena Ajibata sendiri sudah memiliki luka lama terkait pembangunan pariwisata. Masyarakat dibodohi atas nama pembangunan yang dulu dikenal dengan nama proyek perusahaan inti rakyat (PIR) tahun 1974. Karena itu, perubahan mentalitas pejabat perlu, termasuk upaya bersih-bersih di bawah," kata Jones Sirait, pengamat pariwisata dari Universitas Indonesia, yang juga putera daerah Ajibata melalui rilisnya kepada redaksi medanbagus.com, Kamis (2/6).
Diantara permasalahan yang perlu diselesaikan secara tuntas adalah mengenai status tanah eks PIR A, B dan C yang ada di Ajibata saat ini. Menurut Jones Sirait, jika tanah-tanah itu tidak jelas, maka sebaiknya dikembalikan lagi kepada rakyat.
"Kami tidak rela jika tanah-tanah rakyat itu yang dulu dijual murah kepada pemerintah demi pembangunan kemudian beralih kepemilikan. Kami juga berkepentingan untuk tahu posisi di eks PIR A atau di terminal Ajibata, karena itu dulu milik kami," kata Jones Sirait, yang merupakan cucu dari Oppu Asi Sirait (Tokke Pinggir), eks pemilik tanah terminal Ajibata.
Dia juga menuntut agar sejumlah persoalan yang tersisa diusut tuntas sehingga tidak menjadi penghalang lagi ke depan. Seperti penarikan retribusi sandar kapal, retribusi pedagang yang ditarik tanpa karcis resmi, status kepemilikan dan kontrak toko/warung di terminal milik pemda, pembangunan toko dan statusnya dimiliki anggota DPRD Tobasa.
Lalu proyek revitalisasi terminal dan proyek pembangunan dermaga yang menghabiskan anggaran puluhan miliar namun sampai saat ini belum berfungsi optimal, kasus retribusi parkir hingga kasus terusirnya para pedagang dan kapal solu-solu akibat dermaga mereka sudah ditimbun dan didirikan warung oleh oknum mandor kapal yang diduga kongkalikong dengan pejabat Dinas Perhubungan dan oknum DPRD Tobasa.
"Bayangkan dua dinas bisa memungut retribusi sekaligus. Satu pakai karcis resmi satu tidak. Padahal di daerah tetangga hanya ada satu tagihan. Ini bisa membuat pedagang berpindah ke daerah tetangga. Kemudian kemana larinya uang retribusi sandar kapal dan parkir selama ini?," lanjut Jones.
Dia pun mengaku heran dengan oknum Dinas Perhubungan yang membiarkan oknum mandor KM Tomok Tour menimbun dermaga dan membangun sendiri warung di dermaga pemda, dengan dalih ruang tunggu padahal untuk kepentingan pribadi. Selain membahayakan penumpang, dermaga itu juga telah membuat kapal-kapal yang lebih kecil tergusur dari lokasi sandarnya semula, dan membaut sembraut dan berlawanan dengan semangat membangun kepariwisataan.
Lebih aneh lagi, karena ada dua orang oknum DPRD Tobasa diduga terlibat dan dinilainya telah melanggar sumpahnya sebagai anggota dewan yang merangkul semua kalangan. Ada anggota DPRD yang mengambil keuntungan pribadi dengan sesukanya membangun toko di lahan pemda dengan menggusur gardu listrik, dan ada anggota DPRD yang tidak akomodatif terhadap kepentingan rakyat banyak.
"Saya dengar masyarakat Ajibata sedang mengusulkan dua anggota DPRD ini diganti saja karena pikirannya tidak untuk masyarakat banyak tapi untuk kepentingan pribadi. Selain kontibusinya tidak ada kepada masyarakat, juga suka berperilaku menyakiti hati masyarakat. Ini melanggar UU No17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Bahkan ada yang kami dengar dari berita masih bermasalah karena kasus ijazah palsu. Ini mempermalukan partai dan pimpinan partai mereka saja," sambungnya.
Itu sebabnya, Jones Sirait mengaku sangat kuatir Badan Otorita Danau Toba tidak akan bermanfaat jika tanpa upaya bersih-bersih yang dilakukan pemkab dan aparat hukum.
"Saya juga kuatir pembentukan badan itu akan ditolak masyarakat jika aparatur kita masih bermental korup," sambungnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA