DPR RI belum bisa memutuskan menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2016 tentang Perlindungan Anak atau lebih dikenal dengan Perppu Kebiri. Sebab, sampai saat ini, pemerintah belum memberikan jawaban jelas mengenai eksekutor kebiri.
Komisi IX telah menggelar rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, yang salah satu pembahasannya mengenai Perppu Kebiri. Namun, Menkes belum memberikan jawaban pasti mengenai eksekutor yang dimaksud. Soal pemberlakukan hukumannya, Menkes malah melempar kepada hakim.
"Apakah dokter, perawat, atau orang yang dilatih kejaksaan untuk melakukan eksekusi itu, belum jelas. Jika pemerintah memberikan jawaban pasti mengenai eksekutor tersebut, bisa saja kami menyepati (Perppu itu menjadi UU). Kalau tidak (ada jawaban), kami akan pertimbangkan dulu," jelas Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/6).
Dia mengaku setuju jika dilihat dari sisi semangat menghukum berat pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sebab, keberadaan hukuman yang berat memang dibutuhkan untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual yang marak.
"Dari sudut pandang memberi hukum seberat-beratnya, kami sepakat. Karena ini untuk melindungi anak-anak. Artinya, harus ada action yang keras," ucap Dede.
Namun, politisi Partai Demokrat itu menilai, hukuman kebiri yang diberikan tersebut sangat mengerikan. Berdasarkan keterangan Menkes dalam rapat kemarin, dalam pelaksanaannya nanti, pelaku kejahatan seksual akan akan disuntik dengan hormon progesteron alias hormon perempuan. Sehingga, hormon testosteron alias hormon kelaki-lakian orang tersebut akan berkurang. Dengan penyuntikan hormon itu, libido pelaku akan berkurang.
Penyuntikan hormon biasa dilakukan kaum transgender. Dengan menyuntikkan hormon progesteron secara berkala, sifat kelaki-lakian akan hilang. Suara akan berubah, dan yang paling kentara adalah akan timbul payudara para laki-laki.
"Artinya, ini hukuman yang parah sekali. Ini sangat menakutkan bagi kaum laki-laki," terang Dede.
Karena hukumannya yang mengerikan, Dede menganggap wajar saat para dokter menolak menjadi eksekutor. Sebab, dalam dunia kedokteran sumpah hippokrates yang isinya menyatakan tidak akan merusak fungsi alamiah manusia.
Dalam rapat bersama Menkes juga mendapati fakta bahwa tata laksana dan waktu pemberian hukuman kebiri belum jelas.
"Pemberian suntikkan ini tidak bisa satu kali. Harus beberapa kali, dalam jeda satu bulan sekali. Tapi, berapa lama akan dilakukan? Ini belum jelas juga," demikian Dede.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA