Tambahan hukuman berupa kebiri bagi pemerkosa dan pelaku pencabulan terhadap anak dimuat dalam Perppu 1/2016 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut telah ditandatangi oleh Presiden Jokowi.
Namun, Perppu tersebut masih memerlukan penjabaran lebih lanjut lewat peraturan pemerintah, yang akan mengatur teknik penyuntikan kebiri, caranya, siapa yang menyuntik, dan suntikannya apa.
Sedangkan dokter sepertinya masih gamang bila ditunjuk menjadi eksekutor. Mereka takut melanggar kode etik dokter yang wajib menghormati kemanusiaan. Termasuk, soal naluri seksual yang jadi kodrat manusia.
"Kita tidak bilang setuju atau tidak. Tapi memang saat ini sebetulnya masih dalam pembahasan di dalam IDI (Ikatan dokter Indonesia), karena masih ada penolakan," kata Wakil Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih dilansir dari JPNN, Kamis (26/5).
Lalu, bagaimana bila secara resmi IDI ditunjuk? Daeng mengatakan, pemerintah perlu dibicarakan lebih lanjut dengan pihak profesi. Sebab, hingga kini pun dia tidak tahu teknis soal hukuman kebiri ini.
IDI belum pernah diajak duduk bersama untuk merancang hal tersebut. "Jadi tidak tahu itu dilakukan berapa kali? Teknisnya bagaimana? Karena obat tidak mungkin bisa tahan sampai seumur hidup kan," paparnya.
Meski begitu, terbersit harapan agar pemerintah tidak menunjuk pihaknya. Sebab, Daeng justru menawarkan solusi untuk penunjukan eksekutor di lapangan.
Dia mengatakan, penerapan hukuman ini bisa dilakukan oleh sesorang, yang disebut eksekutor, tanpa menunjuk salah satu profesi medis. Sebab, suntik kebiri ini bukan termasuk pelayanan medis. Tapi sebuah hukuman.
Soal kepiawaian menyuntik, Daeng mengatakan itu bisa dipelajari. Dengan demikian, para eksekutor ini bisa dilatih terlebih dahulu sebelum resmi disematkan stasus eksekutor.
"Karena ini bukan tindakan pelayanan medis, yang artinya tidak jadi domain dokter," tukasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA