MBC.
Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kediri hanya memvonis 9 tahun
penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan penjara terhadap
pengusaha predator anak Sony Sandra alias Koko (63). Putusan itu jauh
lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut penjara 13 tahun.
Analis
politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga
berpendapat putusan PN Kediri hanya menghukum pemerkosa 58 perempuan
yang sebagian besar dikategorikan sebagai anak, sama sekali tidak logis
dan bertendensi mengabaikan HAM, khususnya para korban.
"Ditenengarai
ada campur tangan oknum elit politik baik nasional dan daerah dalam
mempengaruhi putusan hakim tersebut, apalagi sang pengusaha tersebut
cukup berpengaruh di Kediri dan Jawa Timur," kata Andy.
Jelas dia, sangat miris sekali di tengah-tengah
usaha Pemerintah Jokowi dalam memerangi kejahatan seksual terhadap
perempuan dan anak, PN Kediri malah menoreh sejarah kelam dalam
mengeluarkan putusan yang ringan terhadap pelaku kejahatan seksual yang
korbannya puluhan orang.
"Menurut catatan kami, kasus ini
merupakan kasus kejahatan seksual yang terbesar di Indonesia dengan
pelaku tunggala dan korbannya sangat banyak. Hukuman maksimal seperti
hukuman seumur hidup perlu diambil, agar para penjahat seksual seperti
oknum pengusaha tersebut jera melakukan perbuatan tercela tersebut,"
papar Andy.
Pihaknya pun mendesak agar Komisi Yudisial dan Badan
Pengawasan Mahkamah Agung agar turun tangan melakukan penyelidikan
terhadap putusan para Hakim PN Kediri tersebut. Sidang itu dipimpin
majelis hakim Purnomo Amin dan anggota satu Rahmawati serta anggota dua
Saru Swastika Rini.
"Kami juga mendesak agar Kejari Kediri untuk segera membuat memori banding atas putusan PN Kediri tersebut," tukas Andy. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA