Sudah menjadi tradisi, agar anggaran tidak bolong, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menaikkan cukai rokok di 2017 nanti. Tahun ini, cukai sudah naik 11,19 persen.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran menilai sinyal kenaikan cukai rokok memang sudah jadi rutinitas ketika akan terjadi pergantian anggaran. Ketika tarif cukai berlaku pada 1 Januari 2017, maka proses penyediaan pita cukai berlangsung selama tiga hingga enam bulan sebelumnya.
Namun demikian, Ismanu mengingatkan, saat ini industri hasil tembakau (IHT) menghadapi situasi pasar yang pelik setelah dijerat kenaikkan cukai tahun lalu sebesar 12 persen sampai 16 persen.
Kenaikan cukai rokok tahun lalu membuat berkurangnya pangsa pasar. Namun yang lebih berat lagi adalah beban industri yang harus membayar cukai di muka, yaitu pembayaran cukai Januari dan Februari tahun ini harus dilakukan pada Desember 2015.
"Saya berharap pemerintah memaklumi kondisi industri saat ini. Dengaan kenaikkan cukai rokok tahun ini sebesar 11 persen lebih, kondisi ini berat bagi industri," ujar Ismanu.
Ia mewanti-wanti, jika pemerintah tetap ngotot mengerek kenanikan cukai di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka dikhawatirkan akan menjadi bumerang sendiri bagi pemerintah yakni menurunnya pangsa pasar berefek ke melesetnya capaian target pemerintah sendiri.
"Pemerintah jangan coba-coba berpikir dengan harga rokok tinggi, produksi industri akan turun. Itu keliru," tegasnya saat dihubungi.
Pasalnya, industri rokok kretek di Indonesia sangat berbeda. Di sini sangat mudah membuat rokok. Ismanu mencontohkan, misalkan satu keluarga bisa membuat rokok seratusan batang sehari, ini juga akan menjadi masalah karena dari sisi cukai tidak terkontrol.
"Kretek itu khas karena bahan baku mudah didapat, juga banyak tenaga kerja belum bekerja secara formal," ujarnya.
Hal lain, jika dihitung secara persentasi, khusus untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM), komponen yang dibayarkan ke negara untuk harga per batang rokok, dihitung cukai plus pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) hampir mencapai 70 persen. "Itulah jumlah yang dibayarkan ke negara," ucapnya.
Kalau pun pemerintah kukuh menaikan cukai, industri sendiri berharap hanya naik di kisaran 5-6 persen. Dengan kenaikan sebesar itu, pemerintah juga bisa menghindari potensial lost cukai lantaran merebaknya rokok-rokok ilegal alias rokok tanpa cukai. Selain itu, buruh pabrik rokok bisa terhindar dari bencana pemutusan hubungan kerja.
Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati meminta pemerintah juga lebih fokus untuk melakukan ekstensifikasi cukai, tidak terus-menerus bergantung terhadap cukai rokok.
Pemerintah pun harus mengharmonikan agar industri tidak dirugikan dengan maraknya kampanye negatif tembakau.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA