Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 1998 (Jari'98) menyesalkan muncul wacana pergantian Kapolri baru di tubuh institusi kepolisian. Bahkan, sampai mengatasnamakan UU Polri Nomor 2 Tahun 2002 sebagai acuannya.
"Harusnya, UU tersebut harus dibaca secara utuh dan cermat. Mengingat Polri berkedudukan langsung di bawah Presiden. Jadi suka-suka presiden saja," ujar Ketua Dewan Presidium Jari 98, Willy Prakarsa, Kamis (12/5).
Willy mencontohkan Basrief Arief. Jaksa Agung tersebut, kata Willy, juga sempat diperpanjang masa jabatannya oleh presiden.
Willy menduga, ada sejumlah pihak yang memainkan manajemen konflik bukan atas dasar soliditas internal. Tapi, malah menggali dari potensi konflik itu sendiri.
"Sewot boleh. Karena sewot merupakan bagian dari dinamika demokrasi," cetusnya.
Meski demikian, aktivis pergerakan reformasi 98 itu yakin Presiden Joko Widodo akan menginisiasi perpanjangan masa jabatan Kapolri. Setidaknya, lanjut Willy, minimal enam bulan dan maksimal setahun demi terwujudnya Pilkada serentak yang berkeadilan.
"Akan menjadi langkah cerdas dan brilian, jika presiden benar-benar memperpanjang pak Badrodin sebagai Kapolri. Ini terobosan perdana di sejarah Polri," tuturnya.
Willy menilai Jenderal Pol Badrodin Haiti layak untuk diperpanjang. Kepemimpinan Badrodin, dianggap telah menoreh sukses karena telah berhasil menjaga kamtibmas dan tidak membuat kegaduhan.
Termasuk, mengamankan perayaan May Day 2016 yang berjalan kondusif.
"Perayaan hari buruh tidak berjalan anarkis. Kami pun mengapresiasi pengungkapan kasus pidum dan pidsus yang ditangani para jajaran Polri dibawah kepemimpinan Badrodin. Badrodin juga pemersatu di institusi Polri," tukasnya.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA