post image
KOMENTAR
Ini rekor. Pertama kali dalam sejarah, KPK menuntut penyitaan harta terdakwa korupsi segini gede. Yang diincar adalah Muhammad Nazaruddin, eks bendahara umum Demokrat yang sudah dihukum bersalah pada kasus Wisma Atlet. Untuk yang ini, kasus pencucian uang, KPK menuntut penyitaan harta Nazar sebesar Rp 600 miliar. Ini menunjukkan jika Nazar benar-benar koruptor kelas nomor wahid.

Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Ada tiga berkas tuntutan yang dibawa jaksa. Satu dakwaan berisi dugaan korupsi Rp 40,3 miliar. Sementara dua lainnya terkait dugaan pencucian uang yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Pencucian uang ini dilakukan Nazar selama kurun waktu 2009-2010 dan 2010-2014. Tak heran, tebalnya berkas mencapai 2781 halaman dan tinggi 30 cm.

Tebalnya berkas tuntutan ini hanya kalah dari berkas tuntutan milik Akil Mochtar yang sampai menyamai tinggi meja penuntut umum. Lima jaksa bergantian membacakan berkas tuntutan dalam sidang yang dimulai pukul 13.30 WIB ini.

Nazar yang mengenakan kemeja putih tak tampak serius menyimak. Dia khusuk komat-kamit sambil memegang tasbih. Jelang pukul setengah lima petang, berkas tuntutan mencapai bagian akhir. Jaksa Kresno Anto Wibowo membacakan bagian kesimpulan.

"Menuntut agar majelis hakim tipikor pada PN Jakarta Pusat menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan," ujar Kresno.

Nazar dianggap terbukti melanggar Pasal 12 UU Tipikor, Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Nazaruddin, menurut jaksa KPK, terbukti menutupi asal-usul kekayaannya yang diperoleh secara tidak sah.

Hal-hal yang memberatkan Nazar adalah perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi. Korupsi juga dilakukan secara terstruktur dan sistematis untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok sehingga masuk menjadi "grand corruption".

Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa belaku sopan dan mengakui perbuatan, terdakwa membantu aparat penegak hukum mengungkapkan kasus-kasus korupsi lainnya dan diberikan status sebagai saksi yang bekerja sama, dan terdakwa punya anak yang masih kecil.

Tak cukup hukuman penjara, jaksa juga menuntut harta kekayaan Nazar yang diperoleh secara tidak wajar dirampas untuk negara.

Harta-harta itu adalah uang yang tersimpan dalam rekening, tanah dan bangunan, kendaraan mewah, serta saham di sejumlah perusahaan.

Alasan Nazar yang beranggapan tidak semua keuntungan dari Grup Permai yang dikelola terdakwa didapat secara tidak sah, menurut jaksa, patut dikesampingkan. Lagipula, terdakwa tidak dapat membuktikan dalilnya itu selama proses persidangan.

Jaksa pun membacakan beberapa aset Nazar yang disita untuk negara. Di antaranya aset berupa properti baik itu tanah dan bangunan atau berupa apartemen yang berlokasi di Manggarai, Pejaten Barat, Warung Buncit, Bekasi, dan kawasan Setiabudi, Jakarta.

Aset lainnya yang disita berupa uang dalam rekening atas nama orang atau instansi yang pembuatannya diduga diminta oleh Nazar dan uangnya diduga berasal dari pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

"Estimasi sekitar Rp 600 miliar. Dari saham sekitar Rp 300 miliaran, belum dari aset yang dari properti seperti rumah, pabrik, itu kan nilainya cukup besar," jelas jaksa Kresno usai persidangan.

Jika jaksa menyebut kasus ini grand corruption, kenapa Nazar tak dituntut hukuman maksimal? Kresno menyebut, ada pertimbangan hal meringankan Nazar. Nazar, membantu mengungkap kasus-kasus lain. "Sekarang juga masih ada kasus lain yang belum bisa kita ceritakan di sini, tapi ada juga, nanti lihat saja," ujarnya berahasia.

Menanggapi tuntutan ini, Nazar mengaku ikhlas. "Saya ikhlas, yang penting tetap bantu KPK memberantas korupsi. Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya," tutur Nazar dengan nada pasrah. Sidang dilanjutkan kembali 18 Mei 2016 mendatang dengan agenda pembelaan Nazar.

Dalam kasus Wisma Atlet, Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana 4 tahun 10 bulan dan denda Rp 200 juta. Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa pidana penjara selama 7 tahun. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman Nazar menjadi 7 tahun penjara pada 22 Januari 2013.[rgu/rmol]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum