Komunis sebagai paham pemikiran tidak boleh dikaitkan secara serampangan dengan isu Hak Asasi Manusia (HAM). Isu HAM harus dimengerti sebagai hak semua kelompok sosial bukan hanya kelompok tertentu saja. Hal ini diutarakan Dedi Iskandar Batubara, anggota DPD RI, menanggapi maraknya pemberitaan soal simbol 'palu arit' (lambang Partai Komunis Indonesia) belakangan ini.
"Sebagai negara hukum, posisi Republik Indonesia sudah jelas terhadap komunisme. Dalam struktur hirarkis hukum, TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan ajaran komunisme lebih dari cukup dijadikan fondasi bagi lembaga negara untuk menyikap hal ini,"ungkap Dedi kepada MedanBagus.com, Selasa (10/5).
Meski begitu, Dedi mengakui perlu adanya tambahan petunjuk teknis untuk mengoperasionalkan aturan ini. Menurutnya, carut-marutnya kehidupan rakyat hari ini memang memberi lahan yang subur untuk digarap para agitator-propaganda ajaran ini.
"Negara, dalam hal ini, eksekutif mulai dari Presiden sampai ke jajaran terbawahnya tidak boleh diam atau ragu-ragu bertindak. Tanpa ketegasan dan tindakan nyata, pemerintah bisa dianggap inkonstitusional karena tidak menjalankan perintah hukum negara dan bertentangan dengan dasar negara, Pancasila,"tegasnya.
Menurut Dedi, revitalisasi ajaran Pancasila bisa menjadi salah satu solusi. Mulai dari sekolah tingkat dasar sampai sekolah tinggi. Setiap pejabat negara juga perlu mendapat penataran ideologi negara, Pancasila, agar terbangun visi bangsa dan negara Indonesia seperti yang dicita-citakan semula.
"Sulit memang membandingkannya dengan negara-negara maju yang berbasis welfare-state (negara-kesejahteraan) yang tak lagi ribut soal ideologi-ideologi-an. Tapi, jangan keliru soal HAM. Sebagai Pancasilais, saya juga punya HAM, begitupun yang lain. Potensi konflik horizontal ini yang harus diwaspadai. Tak perlu mengulang kisah pilu di masa lalu. Kita semua bersaudara,"pungkas Dedi. [hta]
KOMENTAR ANDA