Fenomena ekonomi Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir diwarnai kegiatan bisnis yang berhubungan intensif dengan Republik Rakyat China (RRC), bahkan cenderung ekspansif sehingga "menggusur" peran pengusaha lokal.
"Serbuan ekonomi China dalam dua tahun belakangan ini sangat terasa dan mencolok. Mereka bermain bukan lagi pada tingkat retail produk konsumsi, tapi sudah tingkat investasi dan pengerjaan proyek-proyek raksasa pertambangan, infrastruktur, properti, hingga jasa keuangan," ujar Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat DKI Jakarta, Rico Sinaga, kepada wartawan, Selasa (10/5).
Menurut Rico, sekilas gencarnya investasi China terlihat positif bagi perkembangan dunia bisnis Indonesia. Namun kalau dilihat lebih jeli, sebenarnya sudah terjadi infiltrasi ekonomi yang mengancam kedaulatan ekonomi nasional. Serbuan ekonomi itu pun berpotensi menjadi "penjajahan".
Rico menyebutkan ada tujuh indikasi infiltrasi tersebut. Pertama, makin banyak pekerja asal China mulai dari tenaga kasar, supervisor, manajer hingga direktur, yang sebagian besar tidak berizin. Kedua, makin banyak pedagang asal China yang beraktivitas di pasar atau pusat perdagangan modern, yang bahkan sebagian mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Jakarta atau di pulau Jawa.
Kemudian, kompleks-kompleks perumahan di dalam kota sudah banyak yang dihuni oleh warga pendatang Tiongkok. Kemudian, begitu juga apartemen kelas menengah dan mewah. Indikasi kelima, perusahaan pengembang besar seperti Agung Podomoro Land dan Sinar Mas memasang iklam properti besar-besaran di Hongkong, Taiwan, Beijing, untuk menarik warga China ke Indonesia.
"Perusahaan-perusahaan China mengerjakan proyek-proyeknya dengan membawa tenaga kerja dari China. Terakhir, perusahaan-perusahaan yang dimiliki taipan sudah mulai mendanai kegiatan-kegiatan politik," urai Rico.
Rico mengingatkan insiden tertangkapnya lima warga China di kawasan militer Halim Perdanakusuma beberapa saat lalu. Dari hasil pemeriksaan awal, dua dari lima WN China itu tidak bisa menunjukkan dokumen berupa paspor maupun KITAS. Keberadaan mereka adalah bekerja untuk proyek jalur kereta api cepat yang merupakan proyek nasional.
"Apa kita harus percaya bahwa pekerja China itu bukan 'tentara merah' RRC?" katanya.
Karena itu, dalam segi keamanan nasional, Rico meminta semua pihak tetap mewaspadai arus kedatangan puluhan ribu tenaga kerja asal China yang masuk ke Indonesia.
"Apa dari sekian puluh ribu tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia benar-benar pekerja atau agen rahasia dan atau tentara yang menyamar? Harus waspada," tegasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA