Setara Institute menilai propaganda tentang kebangkitan PKI yang mengaitkan sejumlah kegiatan yang mempromosikan pengungkapan kebenaran peristiwa 1965, baik melalui film, diskusi, penerbitan buku dan lain-lain merupakan desain pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tujuannya adalah untuk mengadu domba masyarakat.
"Termasuk menghalangi niat negara melakukan rekonsiliasi dan membenarkan seluruh pembatasan dan persekusi kebebasan sipil," tegas Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/5).
Dia menegaskan, penyebaran stigma PKI terhadap beberapa kegiatan telah membangkitkan kebencian orang pada upaya-upaya persuasif, dialogis, dan solutif bagi pemenuhan hak-hak korban peristiwa 1965.
Bagi Hendardi, agak ganjil ketika TNI dan Polri merasa confirm bahwa PKI akan bangkit, padahal mereka memiliki intelijen yang bisa memberikan informasi akurat perihal fenomena di balik berbagai pembatasan dan persekusi atas kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul yang dalam tiga bulan terakhir terus terjadi.
"Begitu juga kalangan awam pun sebenarnya ragu akan propaganda kebangkitan PKI mengingat konstruksi ketatanegaraan Indonesia yang semakin demokratis," kata Hendardi.
Di sisi lain, PKI sebagai sebuah partai juga mustahil bisa berdiri di Indonesia. Sikap TNI dan Polri yang turut mereproduksi propaganda tersebut menunjukkan bahwa intelijen mereka tidak bekerja.
Spekulasi lain, lanjut Hendardi, bisa jadi justru pihak TNI bagian dari kelompok yang melakukan penolakan atas upaya masyarakat sipil mendorong pengungkapan kebenaran.
"Situasi ini jelas tidak produktif bagi praktik demokrasi dan pemajuan HAM. Apalagi statement-statment Menhan RI misalnya, bukan malah menyejukkan tapi malah menyebarkan kebencian dan memperkuat segregasi sosial," katanya.
Tak kalah pentingnya, menurut Hendardi, publik perlu diberitahu bahwa korban dari propaganda itu bukan hanya korban 1965 tetapi kebebasan sipil warga. Bahkan mereka yang tidak membahas soal PKI pun dipersekusi dengan stigma yang sama.
Terkait dengan persoalan ini, Hendardi meminta agar Presiden Jokowi segera bersikap.
"Presiden Jokowi sebaiknya segera bersikap soal rencana menyusun skema penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu, sehingga dinamika dan kohesi sosial tidak rusak akibat propaganda-propaganda yang tidak berdasar," tegas Hendardi.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA