post image
KOMENTAR
DALAM pembangunan Indonesia lebih baik, Presiden Jokowi menggagas sebuah konsep Revolusi Mental sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi. Revolusi mental merupakan gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah dalam rangka memperbaiki karakter bangsa. Mewujudkan hal tersebut yang menjadi kunci utama adalah pendidikan.

Pendidikan merupakan tonggak utama dalam membangun peradaban manusia. Cita-cita pendidikan menjadi cerminan masa depan setiap bangsa sehingga tidak heran jika salah satu prospek pembangunan pemerintah Indonesia diarahkan dibidang pendidikan dengan menggolontarkan dana pada tahun 2016 mencapai Rp 419,2 Triliun atau 20% dari total belanja negara. Jumlah ini cukup sepadan untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia “memanusiakan manusia”.

Memanusiakan Manusia

Jika dibaca sepintas, konsep memanusiakan manusia terdengar aneh bahkan mungkin saja akan muncul pertanyaan dibenak kita apa yang dimaksud dengan memanusiakan manusia? lalu kenapa manusia harus dimanusiakan? Untuk memahami apa itu memanusiakan manusia sebenarnya membutuhkan penjelasan panjang akan tetapi singkatnya ini adalah konsep humanisme yang berusaha mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai makhluk yang cenderung pada kebenaran dan tidak berorientasi pada materi semata termasuk uang ataupun jabatan.

Menjawab pertanyaan kedua tentu kita harus melihat kondisi sekarang. Masyarakat Indonesia saat ini bahkan mungkin dunia berprilaku seperti seekor leviathan yang rela mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi dan berujung pada tindakan korupsi oleh pejabat, pembunuhan, penganiayaan, penipuan dan lain sebagainya. Kepribadian ini yang menjadi alasan utama gagasan memanusiakan manusia perlu diterapkan dalam dunia pendidikan.

Arah pendidikan Indonesia ditunjukkan untuk membangun manusia-manusia unggul yang mampu menjadi suri tauladan. Kepribadian tauladan yang dimaksud adalah sifat-sifat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, bebas dari kemunafikan ataupun tidak individualis. Konsep memanusiakan manusia merupakan gagasan pucuk untuk menjawab permasalahan karakter masyarakat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan orang banyak.

Kontradiktif


Tetapi melihat jargon yang disampaikan Jokowi “kerja kerja kerja” sangat kontradiktif dengan Revolusi Mental dalam dunia pendidikan. Jargon ini berdampak dengan sikap pemerintah mengarahkan sistem pendidikan kita pada pekerjaan lalu menuntut setiap siswa dan mahasiswa mendapatkan nilai tinggi untuk bisa bekerja diperusahaan-perusahaan. Sikap pemerintah tersebut dibuktikan pada kunjungan kerja Presiden bersama para Menteri di German pada tanggal 18 April 2016 dengan salah satu point kesepakatan yaitu melakukan kerja sama dalam pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia.

Terdengar aneh memang ketika jika kita menganggap sikap pemerintah itu salah. Tetapi, jika dipahami lebih jauh sistem pendidikan kita diarahkan untuk berorientas kepada pekerjaan yang secara tidak langsung generasi-generasi penerus kita hanya dipersiapkan menjadi budak-budak dan mesin-mesin perusahaan kapitalis. Artinya, saat ini pemerintah Indonesia mendukung sekolah-sekolah dan kampus dijadikan sebagai alat produk mesin bagi pemodal.

Terlebih melalui sistem ekonomi liberal Presiden Jokowi melakukan kampanye besar-besaran kenegara-negara asing seperti Tiongkok dan Amerika untuk berinvestasi di Indonesia yang artinya perusahaan asing semakin marak di tanah air. Selain itu, masuknya Indonesia kedalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin mempertegas nasib masyarakat kedepan hanya sebagai budak dinegeri sendiri. Ketika pendidikan kita tidak untuk memanusiakan manusia melainkan berorientasi pada kerja jelas bahwa karakter sebagai seorang pekerja, budak akan menjadi watak generasi muda.

Sehingga pada akhirnya Gagasan Revolusi Mental yang digagas oleh Jokowi sangat kontradiktif dengan sistem pendidikan di Indonesia. Dan apabila sikap pemerintah tidak berhenti merubah oreintasi pendidikan pada kerja semata, maka cita-cita pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui konsep memanusiakan manusia sepertinya hal mustahil terjadi. ***


*Penulis adalah mahasiswa Fisip USU Angkatan 2012

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini