post image
KOMENTAR
Revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 9 tahun 2012 bukan untuk mempermudah napi kasus korupsi kelas kakap. Tapi semata-mata untuk memberikan hak orang-orang yang 'kebetulan sial' seperti kurir atau sopir.

Begitu ditegaskan anggota Komisi III DPR, Arsul Sani dalam sebuah diskusi di Bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/4).

Justru menurut Arsul, dengan revisi PP 9/2012 itu hukuman untuk koruptor kakap harus diperberat.

"Kalau argumentasinya seperti bang Arsul tadi, itu saya setuju," tegas Wakil Direktur Center For Detention Studirmes, Gatot Goei dalam kesempatan yang sama.

Gatot mengaku sependapat jika dalam revisi nanti, diperjelas apa saja indikator bahwa seseorang dapat diberikan kemudahan persyaratan mengajukan grasi, remisi, ataupun abolisi.

Misalnya, indikator seseorang dikategorikan sebagai justice collaborator dan napi terorisme. Selama ini ia menilai indikator-indikator itu belum ada yang jelas.

Dalam PP 9/2012 yang berlaku saat ini, seorang napi terorisme hanya dimintakan syarat membuat surat pernyataan bahwa dia tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Nah ini apakah cukup dengan hanya membuat surat pernyataan? Karena di tiap negara itu tiap enam bulan diberikan assessment. Mereka harus dinilai tingkat kejahatannya itu turun atau tidak. Kalau tidak turun ya tidak bisa mendapatkan insentif seperti remisi," jelasnya.

Karenanya, jika syarat-syarat pengajuan itu dirunut detail dan ditujukan untuk napi-napi kasus korupsi yang berhak, maka ia sepakat.

"Tapi kalau menyamaratakan seluruh narapidana, saya tidak setuju," pungkasnya.[rgu/rmol]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum