post image
KOMENTAR
Dalam kegiatan Road Show Bedah Film 'Penghayat Kepercayaan/Agama Leluhur dan Masyarakat Adat Di Indonesia' yang diselenggarakan oleh Aliansi Sumut Bersatu dan Laboratorium Antropologi FISIP USU, seorang budayawan dan seniman asal Sumut, Irwansyah Harahap 'menantang' pemerintah dan penyelenggara acara untuk konsisten dan komitmen mengatasi masalah mengakar yang dialami oleh kelompok masyarakat minoritas di Indonesia, Jumat (29/5).

"Kepedulian dan perhatian kita terhadap penghayat kepercayaan/agama leluhur atau kelompok minoritas lainnya jangan berhenti sampai pada acara ini. Saya juga tidak melihat komitmen pemerintah untuk memberikan hak previllage kepada kelompok masyarakat minor. Sudah lebih dari 10 tahun lalu saya tantang pemerintah tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya," kata Irwansyah.

Irwansyah mengatakan bahwa inklusi sosial yang dialami penghayat kepercayaan/agama minor bukan baru terjadi pada saat ini, kejadian yang sama telah terjadi 30 tahun lalu.

"Masalah ini adalah sesuatu yang terjadi hampir 30 tahun lalu, hal yang sama berulang. Artinya dalam 30 tahun ini, pemerintah ngapain aja?" ucapnya.

Irwansayah mengatakan hal tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara yang bimbang dan sumsang.

"Kita hidup di negara yang bimbang dan bangsa yang sumsang. Kenapa saya bilang hidup di negara yang bimbang, karena ada kekacauan nomenklatur di sini. Hak individu digaransi oleh Pasal 29 UUD 1945. Persoalannya ketika masuk ke praksis budaya dan sosial, kita diikat oleh satu konsep monoteis, 'ketuhanan yang maha esa', ini kita kacau. Tidak hanya penghayat kepercayaan leluhur, Kristiani dan Hinduism juga tidak monoteis," ujarnya.
 
Irwansyah juga melihat bahwa masalah-masalah yang telah dikatakan di atas tidak akan pernah terselesaikan jika tidak segera dicari solusi yang mengakar.

"Ini menjadikan problem kita berkelanjutan ketika membicarakan nusantara lewat kaca mata Indonesia, akan terlalu sempit parameter yang kita pakai. Maka harusnya Indonesia yang memakai kacamata nusantara. Demokrasi mengajarkan mayoritas melindungi minoritas, bukan mengeroyok rame-rame, kekacauan ini harus kita bersihkan. Kalau tidak dibersihkan, saya yakin parmalim lima puluh tahun ke depan juga menjumpai masalah yang sama karena sejarah akan berulang," demikian Irwansyah.[rgu]

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini