Road Show bedah film Aliansi Sumut Bersatu dan Laboratorium Antropologi USU di ruang Magister Studi Pembangunan FISIP USU yang menampilkan film dokumenter bertema 'penghayat kepercayaan/agama leluhur' dan diskusi setelahnya menghasilkan kesimpulan bahwa inklusi sosial yang terjadi pada penghayat kepercayaan/agama leluhur adalah salah satu bukti bahwa Demokrasi di Indonesia lahir dipaksakan dan tidak berdiri tegak, Jumat (29/4).
Sebelum mencapai kesimpulan, secara bergantian pembicara dari Yayasan Satunama Yogyakarta, Aliansi Sumut Bersatu dan Disdukcapil memaparkan beberapa data, fakta, dan masalah yang terjadi seputar penghayat kepercayaan/agama leluhur. Diawali oleh Afifudin Toha dari Yayasan Satunama Yogyakarta, ia mengatakan bahwa eksistensi dari penghayat kepercayaan/agama leluhur hadir di Indonesia namun tidak mendapatkan hak politik, sosial, dan ekonomi yang adil.
"Mereka ada, eksis sebagai warga negara, tapi tidak terlihat dalam radar hak politik, sosial, dan ekonomi. Mereka tidak mendapatkan hak politik, sosial, dan ekonomi secara adil," kata Afifudin.
Eksistensi yang diungkapkan oleh Afifudin dikuatkan oleh data yang dimiliki oleh Aliansi Sumut Bersatu.
"Parmalin ada 373 jiwa di 10 kecamatan di Medan dan Deli Serdang. Ugamo bangso batak ada 90 jiwa di Medan dan 31 di Deli serdang. Gerakan kami ini tidak hanya sekedar advokasi tapi juga ingin membangkitkan sisi-sisi kemanusian kita," ungkap Verianto Sitohang, pembicara dari Aliansi Sumut Bersatu.
Mendengar hal tersebut, Disdukcapil kota Medan yang diwakili oleh Kabid Data, Maya Fitriati berkilah bahwa pemerintah telah memfasilitasi penghayat kepercayaan/agama leluhur.
"Seluruh warga negara dapat hak yang sama. Kami berkomitmen bahwa aliran kepercayaan itu sudah kita fasilitasi baik penerbitan KTP maupun KK," kata Maya Fitriati.
Sesampainya di pembicara terakhir, seorang budayawan Sumatera Utara, Irwansyah Harahap, memberikan beberapa pernyataan yang dapat menjadi sebuah kesimpulan dari acara bedah film yang diselenggarakan.
"Saya coba menyimpulkan bahwa kita hidup di negara yang bimbang dan bangsa yang sumsang, dipaksa lahirnya. Demokrasi itu diketahui tegak tidaknya dilihat dari hal yang kecil begini. Saya tidak pernah melihat pemerintah berbaik hati memberikan previlege kepada masyarakat minor dan menegakkan civil society. Saya senang dengan spirit acara ini. Ini harus disuarakan dengan kuat, jangan berhenti sampai di acara ini," demikian Irwansyah.[rgu]
KOMENTAR ANDA