SETELAH permasalah hasil suara pemilu presiden tahun 2014 dan vonis hukuman mati kepada Yusman Telaumbanua, akhir-akhir ini pemberitaan mengenai Nias kembali ramai dibicarakan oleh banyak orang. Permasalahan krisis energi listrik yang mencapai 76 persen dan kasus pembunuhan petugas pajak terbaru menjadi materi hangat pembicaraan masyarakat.
Nias terletak disebelah barat pulau Sumatera dan sangat jauh dari pemerintahan pusat maupun pemerintahan provinsi Sumatera Utara. Sebagai daerah tertinggal, permasalahan di Nias sudah banyak sejak dari dahulu sehingga menjadi suatu keanehan ketika permasahalan kasus yang terjadi tidak hanya diberitakan di media-media lokal (Sumatera Utara) tetapi menjadi topic hangat dimedia-media cetak dan pertelevisian nasional, melihat selama ini Nias tidak pernah
menjadi pusat perhatian.
Tidak heran kita sebagai manusia yang kritis bertanya ada apa gerangan? Apakah pemberitaan ini memang tulus untuk membantu pemasalahan diNias atau ini hanya bagian dari kepentingan politik semata? Jika kita berasumsi ini adalah upaya membantu permasalahan di Nias, saya pikir salah karena materi pemberitaan yang hangat dibicarakan bukan seputaran hal-hal positif tetapi hal negatif seperti kasus pembunuhan dan krisis listrik sehingga stigma masyarakat tentang Nias semakin buruk.
Kondisi ini lebih dekat dengan kepentingan politik, pasalnya Nias menjadi sorotan media lokal dan nasional sejak salah satu putra terbaik Nias Yasonna Laoly masuk kedalam kabinet presiden Jokowi. Sebagai seorang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusiai Yasonna tentu memiliki lawan politik yang siap sedia kapanpun untuk menjatuhkannya dengan bermacam cara walaupun terkadang cara yang digunakan tidak masuk akal seperti berkaitan dengan daerah
asalnya.
Kepentingan politik yang saya maksud diatas adalah berkaitan dengan isu reshuffle kabinet Jokowi jilid II. Mengapa demikian? Jika kita mengingat kembali pada saat isu-isu mengenai reshuffle kabinet Jokowi jilid I menjadi topik pembicaraan politik nasional tiba-tiba kasus hukuman mati terhadap Yusman Telaumbanua menjadi perhatian nasional disekitaran bulan maret 2015, hingga pada akhirnya tanggal 12 agustus 2015 nama-nama menteri yang di reshuffle diumumkan dan ternyata untuk Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak dilakukan pergantian.
Sama halnya dengan sekarang, dibawah isu-isu mengenai reshuffle jilid II segera dilaksanakan semakin heboh lalu dengan sendirinya krisis energy listrik di Nias dan juga kasus pembunuhan terhadap petugas pajak di Nias menjadi sorotan nasional. Namun, sepertinya pemberitaan mengenai Nias memang tidak hanya menyudutkan satu menteri tetapi beberapa menteri lainnya juga menjadi target sebab
tarik-menarik kepentingan partai politik semakin besar sejak beberapa partai yang tergabung dengan koalisi Merah-Putih mulai melebur dan mengirim kadernya kedalam kabinet pemerintahan.
Terlepas dari isu-isu reshuffle kabinet, Nias telah menjadi korban kepentingan politik. Pemberitaan negatif mengenai Nias sangat berdampak besar terhadap pendidikan, perekonomian, kesehatan maupun pertumbuhan pariwisatanya. Selama ini stigma masyarakat luar contohnya saja warga Medan jika mendengar tentang Nias adalah banyak pelet (ilmu hitam), sering terjadi pembunuhan ataupun masyarakatnya tergolong primitive sehingga banyak guru, dokter ataupun pejabat pemerintah tidak ingin ditugaskan di Nias. Namun, realitasnya masyarakat Nias sebenarnya sangat menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, persamaan, tolong-menolong bahkan masyarakat Nias memiliki prinsip unik yaitu setiap tamu adalah raja.
Dengan pemberitaan negatif terbaru tentang Nias semakin
menambah keyakinan masyarakat luar tentang stigma negatif tersebut. Bisa dipastikan upaya seluruh pemintahan kabupaten/kota di Nias dalam pengembangan pariwisata berpotensi gagal sebab dengan pemberitaan ini masyarakat luar tidak akan melakukan perjalanan wisata ke Nias. Artinya, pemberitaan yang dilakukan media selama ini bukan untuk pembangunan Nias kedepannya tetapi ini adalah bagian kepentingan politik. Dapat dikatakan sebagai daerah yang dalam proses tahapan pembangunan, sungguh tidak adil rasanya jika Nias menjadi korban kepentingan politik.***
*Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara Stambuk 2012
KOMENTAR ANDA