Tantangan dan perkembangan ilmu sosial di Indonesia akan memberikan kontribusi positif bagi tumbuh kembangnya ke-Indonesiaan yang berbasis pada empat pilar, konstitusi, ideologi, kebhinekaan dan berpotensi mengikat kesatuan NKRI.
Begitu dikatakan Sesjen MPR, Maruf Cahyono, dalam sambutannya dalam acara 'Bicara Buku Bersama Wakil Rakyat' yang membahas buku berjudul 'Ilmu Sosial di Indonesia Perkembangan dan Tantangan' dan buku berjudul 'Krisis Budaya', di Komplek, Parlemen, Jakarta, Kamis (21/4).
Hadir dalam acara tersebut peneliti dari LIPI, Nina Widyawati. Dia mengatakan, Ilmu Sosial di Indonesia memiliki empat tipe. Pertama tipe profesional, kritis, yang berada di dalam ranah akademik sedangkan tipe kebijakan dan publik berada dalam ranah non akademik. Tipe profesional dan kebijakan mengacu pada penggunaan ilmu sosial sebagai instrumen sedangkan kritis dan publik mengacu pada pengetahuan yang reflektif.
Menurut dia, apabila salah satu tipe saja yang menonjol maka yang akan dirasakan adalah ketimpangan dan kesenjangan.
Sedangkan, Profesor Syamsul Bahri dari Lembaga Pengkajian MPR melihat saat ini orang-orang bangga berbudaya mengedepabkan caci maki dan berkata-kata kasar. Itu terbukti jika kita menyimak tayangan tayangan di beberapa media.
Kemudian, Anggota DPR dari Komisi II, Hetifah Syaifudian, mengatakan adanya kecenderungan ilmuwan sosial beralih profesi menjadi ilmuwan selebritis yang sering tampil di media dan berbagai kesempatan, merupakan tuntutan dan desakan pilihan keadaan.
Karenanya, Hetifah menegaskan perkembangan ilmu sosial dalam perspektif kenegaraan, hingga saat ini masih cukup memprihatinkan. Buktinya, saat di Indonesia mengalami kesenjangan yang cukup mendasar dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
"Saat ini saya sangat merasakan sekali ada problems dalam ilmu sosial di Indonesia. Sebab, dari jaman Order Baru sampai sekarang, ternyata tidak ada perkembangan yang signifikan," tandasnya.
Kondisi tersebut menurut politisi perempuan dari Golkar ini, bisa jadi karena terbatasnya anggaran untuk mengembangkan ilmu-ilmu sosial. Sehingga, keterbatasan anggaran tersebut, berdampak terjadinya kesenjangan dengan kebijakan pemerintah saat ini.
Selanjutnya, peneliti dari Litbang DPR RI Sali Susiana, menilai para wakil rakyat dilengkapi dengan para peneliti yang ditempatkan pada tiap-tiap komisi untuk membantu meningkatkan kualitas wakil rakyat dalam membuat kebijakan kebijakan publik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang mengacu pada evident base dan research base.
Terakhir, user yang merupakan wakil rakyat, Profesor Syamsul Bahri ahli pertanian dan Hetifah Syaifudian lulusan planologi dari ITB, mengakui pentingnya ilmu sosial sebagai social engineering yang akan melengkapi kehadiran seorang politisi tidak hanya sekedar politisi tetapi lebih sebagai politisi yang memiliki empati pada konstituennya.
"Karena itu saya memutuskan mengambil spesialisasi kebijakan publik, ketika melanjutlan pendidikan saya selepas ITB," aku Hetifah Syaifudian.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA