Setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Peringatan tersebut mengacu tanggal kelahiran Raden Ajeng Kartini pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Penetapan Hari Kartini merupakan penghormatan terhadap gerakan emansipasi yang digagas Kartini yang akhirnya menginspirasi gerakan perempuan di Indonesia.
Komite Pergerakan Sarinah Presidium GMNI Wasanti menyatakan, R.A. Kartini sebagai putri Bupati Jepara hidup dalam lingkungan feodalisme yang kental. Dimana kaum perempuan dibatasi aksesnya pada pendidikan. Dalam situasi kungkungan budaya feodal pada waktu itu membuat R.A. Kartini memiliki semangat bangkit dan melawan sistem patriarki serta feodalisme masyarakat di kalangan priyayi Jawa. Gerakan emansispasi tersebut tertuang dalam bukunya berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
"Ironisnya, setelah 112 tahun wafatnya Kartini masih terjadi pemiskinan terhadap perempuan. Dulu, Kartini membongkar sistem pendidikan yang lebih mengutamakan laki-laki untuk sekolah, yang berimplikasi pada posisi tawar kaum perempuan di bidang sosial-ekonomi. Sekarang, situasinya tidak jauh berbeda. Hari ini masih banyak kaum perempuan menjadi buruh migran, bekerja di pabrik dengan upah murah. Kondisi demikian merupakan potret kaum perempuan dalam segi ekonomi masih miskin," ungkap kepada redaksi di Jakarta, Kamis (21/4).
Wasanti mengutip sebuah study di Monash Business School Melbourne Australia yang menunjukkan rata-rata penghasilan wanita Indonesia lebih rendah 42 persen dibanding laki-laki. Dengan jumlah populasi yang begitu besar, kaum perempuan seharusnya bisa menjadi pilar utama dalam ekonomi bangsa. Karena dalam lingkup terkecil keluarga saja, perempuanlah yang berperan mengelola ekonomi di wilayah domestik rumah tangga.
Berdasarkan kondisi tersebut, tepat kiranya pemerintahan Jokowi memaksimalkan peran kaum perempuan di sektor ekonomi. Terlebih, dalam Program Nawacita Pemerintah Jokowi-JK salah satunya berbunyi 'Mewujudkan ekonomi mandiri dengan strategi ekonomi domestik'.
"UMKM pada tahun 2016 melalui Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) yang bersumber dari APBN dan sumber dana lainnya yang sah telah mengucurkan anggaran senilai Rp 1,55 triliun untuk pengembangan UMKM, di mana penggiatnya mayoritas perempuan. Idealnya program tersebut dapat memaksimalkan peran kaum perempuan dalam mewujudkan ekonomi mandiri. Setidaknya dapat menekan angka kesenjangan sosial serta ekspor buruh migran perempuan ke luar negeri. Dengan memaksimalkan peran UMKM berbasis rumah tangga, maka tidak menutup kemungkinan perempuan bisa menjadi pilar utama dalam perekonomian bangsa," jelas Wasanti.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA