Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menguatkan kerja sama internasional pencegahan terorisme. Itu dilakukan karena saat ini terorisme menjadi ancaman global, sehingga dunia internasional harus bersatu untuk menangani terorisme ini.
"Terorisme sudah menjadi masalah global sehingga butuh kerja sama internasinal untuk mengatasinya. Semua bangsa dan negara harus bergandengan tangan, bekerja sama untuk menangani terorisme tersebut baik secara intelijen, militer, sosial, teknologi, dan lain-lain," jelas Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Tito M. Karnavian, MA, PhD dalam The General Briefing on Counter-Terrorism di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (19/4).
The General Briefing on Counter-Terrorism dihadiri puluhan Duta Besar negara sahabat seperti Turki, Belgia, Perancis, Pakistan, Australia, Tunisia, Irak, dan lain-lain. Menurut Komjen Tito Karnavian, pengalaman menjadi korban serangan terorisme menjadi salah satu alasan penting bagi BNPT untuk mengundang delegasi negara sahabat untuk kemudian berbagi pengalaman sekaligus informasi penting sebagai landasan dalam memerangi terorisme.
"Perang melawan terorisme saat ini sudah tidak bisa dilakukan pada level lokal saja, karena terorisme telah menggurita dan menjadi ancaman global. Hal ini dilandasi fakta bahwa jaringan terorisme yang ada selama ini telah lama terbangun melalui jaringan-jaringan global dan tidak mengenal batas negara (boarderless). Sehingga imbas dari pemikiran-pemikiran keras itu juga bersifat global," ungkapnya.
Karena itu, lanjut Komjen Tito, terorisme bukan saja menjadi ancaman untuk masyarakat dan kemanusiaan di teritori tertentu, tetapi akan berpengaruh di tempat-tempat yang lain. Dari sinilah pentingnya upaya bersama untuk melumpuhkan terorisme agar masyarakat dapat kembali hidup tentram dan sejahtera.
Ia juga mengajak negara-negara sahabat untuk tidak pernah ragu memerangi terorisme yang telah menjadi bahaya nyata. Upaya perlawanan ini harus dilakukan secara masif dan integral, bersama-sama, dan bersifat terus-menerus.
Komjen Tito Karnavian menjelaskan bahwa salah satu alasan utama dibalik muncul dan berkembangnya terorisme adalah ideologi radikal yang terus-menerus disebarkan melalui narasi-narasi sempit yang justru bertentangan dengan nilai-nilai agama. Karena itu perang melawan terorisme berarti pula perang melawan narasi-narasi kekerasan yang selama ini biasa digunakan oleh kelompok radikal.
"Terorisme bukan saja tentang serangan-serangan brutal yang menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga keyakinan-keyakinan keliru tentang ajaran agama yang terus mengendap dalam pikiran dan hati sebagian masyarakat, dan hal ini tidak bisa dibiarkan," bebernya.
Melawan narasi-narasi sempit yang biasa digunakan kelompok radikal untuk menebar kebencian dan permusuhan, sebut Komjen Tito, bukan saja berfungsi untuk memutus rantai penyebaran propaganda, tetapi juga untuk mendidik masyarakat melalui informasi-informasi yang benar terkait dengan agama. Dengan demikian kedepan agama tidak lagi digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan.
Selain itu, kontra narasi radikalisme bisa mengimbangi narasi sempit kelompok radikal dalam menjelaskan perkara agama. Hal ini penting karena melakukan kontra narasi berarti mematikan ideologi yang selama ini menjadi landasan pemikiran kekerasan.
"Ideologi hanya bisa dikalahkan dengan ideologi pula," tegas mantan Kapolda Metro Jaya itu. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA