Selain PP Muhammadiyah dan Komnas HAM, penyelidikan kasus kematian tidak wajar terduga teroris, Siyono juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat seperti Lingkar Madani dan Kontras.Koordinator Kontras, Harry Azhar menegaskan, kasus kematian Siyono yang penuh indikasi pelanggaran HAM ini merupakan pelajaran bagi aparat penegak hukum. Ia memuji langkah PP Muhammadiyah dan Komnas HAM, yang membawa pesan penting bagi masyarakat, agar lembaga masyarakat sipil selalu mengawasi tindak-tanduk penegak hukum yang kerap bertindak semena-mena terhadap warga Negara.
Selama ini, masyarakat berharap pemberantasan terorisme dilakukan dengan cara-cara profesional dan bermartabat.
"Apa yang terjadi hari ini (kasus Siyono), kenapa teroris masih terus ada, karena penegakannya masih rabun-rabun. Sebatas memuaskan kelompok-kelompok tertentu saja," kata Harry di Jakarta, Selasa, (12/4).
Kemudian, lanjut pria berkacamata ini, proses hukum yang dijalani Siyono penuh akan kekerasan, karena Siyono dituding pengurus salah satu organisasi terorisme. Dengan matinya Siyono, polisi tidak bisa membuktikan kesalahan Siyono di hadapan pengadilan, yang berarti terjadi diskriminasi terhadap almarhum Siyono.
"Ini berdampak buruk pada keluarganya. Belum terbukti bersalah di pengadilan, namun keluarga menanggungnya," lanjutnya.
Ia menegaskan, karena itu, evaluasi penegakan hukum atas terorisme menjadi penting dilakukan, untuk mengkaji ulang penggunaan kekuatan dan wewenang terhadap isu-isu terorisme.
Data hasil otopsi Siyono sendiri akan digunakan oleh Kontras dan LSM lainnya untuk di teliti dan akan dibuat rujukan agar Densus 88 dievaluasi ulang.
Selama ini, lebih banyak terduga teroris mati dibanding dibawa ke pengadilan.
"Bisa juga datanya digunakan oleh LSM untuk menuntut. Kejadian buruk ini harus ada kompensasinya," tegasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA