Reaktif dalam mengobok-obok organisasi islam di Indonesia, Densus 88 dinilai telah masuk dalam konsensi terorisme global.
Hal itu disampaikanPengamat Kebijakan Publik, Shohibul Anshor dalam acara diskusi 'Tinjauan Berbagai Aspek Tentang Terorisme' yang digelar PW Muhammadiyah Sumut dan UMSU, di pendopo UMSU Medan, Sabtu (9/4).
"Densus 88 adalah bagian dari project atau konsesi terorisme global. Terorisme bukanlah sebuah perang baru, sejak dahulu terorisme adalah perang untuk mendapatkan glory, gold dan gospel, itu semua dilakukan oleh pihak kapitalisme," kata Shohibul, Sabtu (9/4).
Tuduhan kelompok Islam di berbagai negara sebagai teroris dimulai dari peristiwa 9/11 (WTC) yang kemudian diikuti dengan kencangnya isu terorisme di Indonesia.
"Contohnya sejak kejadian 9/11, banyak bukti yang mengarahkan itu adalah sebuah rekayasa dan membuka peluang untuk memunculkan kebijakan anti terorisme. Akibatnya, kelompok-kelompok Islam banyak yang dicap sebagai teroris, termasuk di Indonesia," ungkapnya.
Menurut Shohibul, seharusnya Densus 88 jangan ikut terjebak dalam pusaran konsesi terorisme global sebab Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki konsesi sakral dan luhur.
"Indonesia adalah sebuah negara yang konsesusnya adalah Pancasila. Yakinlah bahwa negara konsesus berdasar Pancasila dapat dibangun menjadi sebuah baldah thayyibah wa rabbun ghafur," ujarnya.
Setelah Indonesia dan Densus 88 telah memiliki keyakinan tersebut, Shobil menyarankan kebijakan-kebijakan Indonesia harus sesuai dengan hak asasi manusia, menjadikan masyrakatnya adil dan makmur.
"Negara wajib dijaga agar tidak menjadi alat dan kekuasaan bagi orang jahat untuk melakukan kerusakan di bumi. Indonesia wajib menjadi negara adil dan makmur agar dengan demikian mampu ikut serta menyumbang pada perbaikan tata dunia dan menertibkannya. Kebijakan nasional termasuk tentang war on terorism, bencana narkoba, dan lain-lain tidak boleh menjadi faktor penyebab keterpurukan Indonesia karena mengikuti dikte negara asing," demikian Sohibul. [hta]
KOMENTAR ANDA