Ada aspek penting yang perlu dikaji dari terbongkarnya dokumen investigasi bertajuk Panama Papers yakni menyamarkan kepemilikan.
Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG) Mohamad Moca Al Afghani menjelaskan, menyamarkan kepemilikan bisa melalui saham. Salah satu contohnya pejabat publik yang ingin memiliki perusahaan tambang akan mencari orang lain untuk membeli saham tersebut dengan perjanjian pembagian keuntungan dan pejabat memiliki kekuasaan untuk mengganti direktur perusahaan tersebut.
Nah, lanjut dia, ini sama halnya dengan kepemilikan yang bersifat kontrak, seperti warga negara asing ingin membeli tanah di Indonesia. Mereka akan mencari masyarakat yang ingin disewa guna mensiasati kepemilikan tanah.
"Jadi kalau dibilang pejabat itu punya perusahaan disana sana, pasti buktinya tidak ada," ungkapnya dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4).
Moca menilai, terbongkarnya Panama Papers bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk membuat regulasi transparansi company. Seperti yang dilakukan Inggris.
"Inggris mulai sejak tahun ini, semua beneficial owner dari perusahaan itu dibuat registerasinya dan publik bisa mengakses lewat company house. Ini harusnya dilakukan oleh Indonesia juga," imbuhnya.
Moca menambahkan, transparansi company juga bertujuan menekan pejabat publik yang menguasai sejumlah proyek pemerintah melalui perusahaan buatannya.
"Jadi masyarakat bisa tahu ini yang punya perusahaan tambang ini siapa, Tapi berani atau tidak buat itu," tukasnya. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA