post image
KOMENTAR
SEPERTI yang telah diketahui, pendidikan di lingkungan dan keluarga tergolong dalam pendidikan nonformal. Setelah pulang dari sekolah, hanya ada dua hal yang dapat dijalani oleh peserta didik, pendidikan informal (kursus, pelatihan, sanggar, dll) atau berinteraksi  dengan lingkungan. Perlu diketahui, pendidikan di keluarga juga mempengaruhi hasil pendidikan formal yang didapatnya di sekolah. Walau tidak sistematis dan administratif, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya pendidikan di keluarga adalah sentral dan penentu baik buruknya perkembangan anak.

Namun pendidikan nonformal (lingkungan dan keluarga) menghadapi sebuah masalah besar dan cenderung sulit untuk diselesaikan secara mandiri oleh orang tua sang anak. Intervensi dari pihak yang tak bertanggung jawab menyebabkan beberapa daerah menjadi pusat praktik premanisme dan penyalahgunaan narkotika. Untuk masalah ini, seharusnya Lurah dan Kepala Lingkungan di sebuah tempat menjadi garda terdepan untuk mengatasinya

“Ada juga daerah-daerah itu jadi sasaran pihak tertentu seperti kampung kubur yang katanya daerah narkoba, tentu anak-anaknya sulit sekolah karena terpengaruh secara psikologis. Jadi memang pertama yang mengambil peran penting adalah Lurah. Kalau Lurah tidak sensitif terhadap persoalan ini maka akan terjadi pembiaran. Lurah kan punya bawah-bawahan seperti kepling dan yang lainnya. Saya tidak tahu apakah RKMD itu masih aktif, lalu seperti organisasi-organisasi remaja mesjid dan karang taruna. Dalam perasaan saya, untuk daerah-daerah yang rawan seperti tadi sudah tidak aktif,” kata Syaiful Sagala, Dewan Pakar Pendidikan Sumatera Utara kepada MedanBagus.Com, Kamis (7/4).

Bersama dengan keluarga sang anak, seluruh masyarakat beserta tokohnya harus memiliki komitmen untuk kembali mengaktifkan organisasi-organisasi  yang dipercaya dapat mengatasi gangguan psikologis yang mendera sang anak seperti karang taruna, remaja mesjid, remaja gereja dan sejenisnya.

“Jadi memang peran masyarakat, mengurus anak setelah dari sekolah, persoalannya kan ada di situ. Jadi harusnya ada satu komitmen yang kuat dari pemerintah daerah kita ini untuk mengarahkan Lurah  ke hal yang seperti itu, mengaktifkan organisasi untuk menangkal premanisme dan penyalahgunaan narkoba. Itu perlu diaktifkan kembali,” saran Syaiful.

Solusi yang bersifat teknis juga dapat dikalahkan oleh masalah yang lebih besar. Untuk itu, seluruh pihak terkait harus bertanggung jawab mencari solusi untuk mengatasi masalah pendidikan di Sumatera Utara dan Indonesia umumnya.

“Makanya sebenarnya orang yang bertanggung jawab itu banyak, ada lurah, camat, dprd, ada tokoh masyarakat. Sekarang mereka jalan sendiri-sendiri, bagaimana agar bisa berjalan seiring satu pemahaman untuk menangani masalah anak selain orang tua. Ada juga orang tua yang karena faktor ekonomi atau lingkungan ikut membiarkan anaknya seperti, bahkan membela anaknya yang berkelakuan seperti itu. Sayangnya dari daerah yang seperti itu tidak tumbuh motivasi dari dalam dirinya untuk  menjadi orang baik, dia lebih banyak terpengaruh oleh lingkungan, itu yang sangat kita sayangkan. Oleh  karena itu perlu kita benahi dan perbaiki. Jadi diundang dan d beri tahu masalah ini kepada dprd, dia perhatikan dan jangan dibiarkan. Kalau kita kasih uang di daerah itu juga tidak akan selesai masalahnya. Jadi mental ini yang kita bangun, cara berpikirnya, cara beradabnya, cara berakhlaknya. Tapi mesti dibangun oleh lingkungannya,” tegas Syaiful. (habis)


Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas