PRESIDEN adalah representasi Daulat Negara, parlemen representasi Daulat Rakyat, sedangkan hukum katanya representasi Daulat Tuhan.
Makanya hakim disebut wakil Tuhan, dan hukum katanya adalah Volkgeist, jiwa bangsa.
Tetapi untuk mengerti proses politik di Indonesia orang katanya harus mempertimbangkan budaya, segi mistis, tradisi politik di masa lalu, dan spiritualisme pemimpinnya.
Jokowi, Sukarno, Soeharto, masing-masing punya sisi spiritual.
Sukarno yang oleh Berhard Dahm digambarkan sebagai "Ratu Jawa Berpeci" pemikirannya sangat sinkretis yang mencakup paham nasionalisme, Islam, sosialisme, serta tradisionalisme Jawa, yang telah menjadikannya pemimpin rakyat yang kharismatis.
Soeharto suka menggambarkan dirinya sebagai Semar, yang dalam versi lain disebut Batara Ismaya, bernama Semar, juga Samar, sebab Semar berkuncung seperti laki-laki, tetapi ia montok dengan buah dada besar seperti orang perempuan.
Jokowi yang berasal dari kalangan rakyat biasa diidentikkan ibarat Petruk Jadi Raja. Petruk yang punakawan adalah representasi wong cilik, simbol yang dibela PDIP seperti halnya Sukarno membela kaum Marhaen.
Sebagai Jawa dan pemimpin, Jokowi juga menjaga harmoni spiritual, dia tau kapan harus bertindak dan menahan diri, kapan sebuah keputusan besar harus diambilnya termasuk ketika dengan sangat percaya diri dari Solo memutuskan untuk jadi Gubernur Jakarta dan jadi Presiden RI. Dalam hal memutuskan reshuffle juga demikian. Jokowi yang representasi wong cilik ternyata tidak bisa ditekan.
Banyak kalangan mengibaratkan posisi Jokowi saat ini sedang di persimpangan, kalau salah memilih figur menteri dalam reshuffle jilid kedua nanti pemerintahannya bisa terperosok, visi dan aplikasinya terhadap Tri Sakti dan Nawa Cita bakal tenggelam. Sehingga sangat mungkin pemerintahannya di tahun mendatang akan kehilangan arah dan kehilangan keberpihakan kepada wong cilik.
Akibatnya negeri ini bisa kembali ke dalam siklus negara gagal, semakin terbelakang dalam mengejar berbagai ketertinggalan dari negara-negara lain. ***
KOMENTAR ANDA