Muktamar Islah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar 8 April mendatang rencananya akan dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum PPP hasil Muktamar Bandung Emron Pangkapi usai bertemu dengan Presiden di Istana Negara beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal itu, kubu pengurus hasil Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz berharap, Presiden Jokowi dapat arif menyikapi konflik di tubuh PPP dengan tidak menghadiri Muktamar Islah.
Kubu Djan Faridz tidak mengakui penyelenggaraan Muktamar Islah tersebut yang diinisiasi kepengurusan Muktamar Bandung dan mendapat intervensi dari Menteri Hukum dan HAM. Djan bersama kubunya bersikukuh bahwa surat keputusan pengesahan pengurus yang diterbitkan Menkumham melawan hukum karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung. Karena itu, dia Presiden Jokowi harusnya bijak dan tidak hadir dalam Muktamar Islah mengingat kegiatan itu ilegal.
"Beliau (Jokowi), menerima informasi yang salah. Saya akan membuat laporan resmi ke Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet agar Bapak Presiden mengkaji ulang tentang Muktamar Islah. Jangan sampai beliau hadir di Muktamar itu karena Muktamar itu melawan hukum," jelas Djan di kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta (Minggu, 3/4).
Dia juga menyoroti peran Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang menurutnya mencampuri urusan politik, padahal kapasitasnya hanya sebagai menteri di Kabinet Kerja.
"Beliau membawa rombongan yang tidak dikenal bersama menghadap Presiden, menceritakan akan mengadakan Muktamar Islah. Dasar hukumnya SK Menkumham tentang Muktamar Bandung. Bayangkan seorang menteri mengajak kawan-kawannnya mengundang Presiden, berdasarkan SK Menkumham yang bertentangan dengan putusan MA," beber Djan.
Untuk itu, Djan menolak keras jika Presiden diundang dan berencana hadir dalam Muktamar Islah tersebut.
"Pertemuan itu adalah pertemuan ilegal. Presiden pasti mengetahui hal itu, dan arif dalam menentukan sikap untuk hadir atau tidak dalam Muktamar itu," tegasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA