Peralihan kekuasaan dari Dinasti Ming ke Dinasti Manchu di Tiongkok ternyata menjadi awal imigrasi besar-besaran etnis Tionghoa ke nusantara.
Sebelumnya, persebaran dalam skala dan jumlah kecil hanya dilakukan para penyebar sutera dan agama Budha.
Hal itu disampaikan peneliti sejarah Asrul Fahmi dalam diskusi bertema "Sejarah Kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia" di Lafran Institute Jalan Sei Petani, Kec. Medan Baru, Medan, Sabtu (2/4).
"Pada awalnya kedatangan beberapa orang etnis Tionghoa hanya untuk menyebarkan agama Buddha yaitu pada Dinasti Ming. Kedatangan beberapa orang ini hadir di Indonesia pada saat kerajaan-kerajaan masih menguasai Indonesia," kata Asrul Fahmi, Sabtu (2/4).
Dikatakan Asrul Fahmi pada saat Dinasti Manchu berhasil menguasai daratan Tiongkok, rakyat yang pro terhadap dinasti Ming secara besar-besaran bermigrasi ke beberapa negara termasuk Indonesia yang saat itu dikuasi penjajahan Belanda.
"Etnis Tionghoa dengan jumlah besar bermigrasi ke Indonesia dengan status orang-orang pelarian. Mereka adalah orang yang pro dengan Dinasti Ming, migrasi mereka ke Indonesia karena dikejar-kejar Dinasti Manchu yang telah melengserkan Dinasti Ming," ungkapnya.
Kebangkitan etnis Tionghoa di Indonesia lanjut Asrul, muncul saat mereka telah berhasil membentuk dan mengembangkan konsep sekaligus perkumpulan Wi & Kongsi. Wi & Kongsi tersebut tidak banyak perbedaannya dengan konsep Serikat Tolong Menolong (STM).
"Setiap orang Cina yang ingin merantau ke Indonesia, mereka akan dibantu dan didukung oleh Wi & Kongsi. Sebagai balasannya mereka akan memberikan sebagian keuntungan dari usaha yang akan dibuat oleh para pendatang baru. Sampai pada tahun 1930, pemerintahan kolonial Belanda membuat sebuah ketetapan yang menjadikan Cina sebagai penduduk pendatang kelas 2 setelah bangsa Eropa yang menjadi nomor 1 di Indonesia. Diantara pendatang lainnya, mereka memiliki persentase sebanyak 70 persen," demikian Asrul. [hta]
KOMENTAR ANDA