Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan, Dirjen Pajak dan Kejaksaan Agung dapat menggunakan momentum penertiban moda transportasi berbasis aplikasi online untuk sekaligus menggenjot pendapatan pajak.
"Namun ini nampaknya tidak tersentuh ke mereka selama ini," ujar Direktur Eksekutif LBH Pajak dan Cukai Nelson Butarbutar kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/3).
Menurutnya, jangan sampai dalih yang dikemukakan bahwa moda transportasi itu menjadi alternatif yang disukai masyarakat sehingga menjadi alasan pembenar bagi pengelola transportasi online tidak membayar pajak.
"Negara jangan kalah oleh perilaku seperti itu," tegas Nelson.
Diketahui, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan pihaknya menunggu langkah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemenhub dan penyidik Ditjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak (WP) atas PPN atau PPH perusahaan transportasi berbasis aplikasi. Menyusul aksi protes para supir taksi konvensional yang menuding bahwa keberadaan transportasi online adalah ilegal lantaran tidak bayar pajak.
Tiga kementerian yakni Menko Polhukam, Menteri Perhubungan, dan Menteri Kominfo sepakat memberi batas waktu hingga 31 Mei 2016 untuk moda transportasi online mengurus izin beroperasinya di Indonesia.
Salah satu poin dari keputusan yakni perusahaan harus berbentuk badan hukum atau koperasi, dengan memiliki izin sebagai badan hukum penyelenggara angkutan umum dan melakukan prosedur. Seperti, pendaftaran kendaraan, uji kir, dan aturan-aturan lainnya. Pengemudi juga harus memiliki surat izin mengemudi (SIM) A dan B Umum. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA