post image
KOMENTAR
DARUL ‘Ahdi wa Syahadah. Anda pernah mendengarnya? Istilah itu adalah konsep pemikiran yang diputuskan oleh Muktamar Muhammadiyah 47 di Makassar, tahun lalu.

Konsep ini menegaskan pemahaman Muhammadiyah tentang Negara Pancasila yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, sebagai sebuah hasil konsensus (kesepakatan) nasional, yang secara cita-cita dan perjuangan wajib menjadi tempat pembuktian atau kesaksian untuk menjadi negeri yang aman dan damai, menuju kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam naungan ridha Allah SWT.
Kesepakatan (konsensus) nasional itulah yang diistilahkan dengan darul ‘Ahdi (Negara Kesepakatan Nasional).

Sedangkan istilah darusy Syahadah dimaknai sebagai Negara Kesaksian (tekad dan cita-cita). Indonesia sebagai Negara Pancasila, terus-menerus wajib diperjuangkan menapaki kondisi (well-being) lebih baik dari waktu ke waktu.
Muhammadiyah meyakini pandangan kebangsaan yang bertolak dari konsep Darul ‘Ahdi wa Syahadah ini sejalan dengan cita-cita Islam tentang Negara idaman yang dalam istilah yang populer di lingkungan Muhammadiyah disebut baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT).

Sebagaimana layaknya sebuah Negara di dunia ini, pandangan-pandangan filosofis yang berkembang terhadapnya tidak pernah usai sama sekali. Pandangan-pandangan itu tentu saja dapat memiliki kesamaan bahkan perbedaan di antara sesama komponen bangsa.

Namun demikian, dengan konsep ini (Darul ‘Ahdi wa Syahadah), setidaknya Muhammadiyah memiliki pegangan dalam memperjuangkan cita-cita kebangsaan dan kenegaraan yang ia yakini kebenarannya berdasar ijtihad yang dilakukannya. Ia pun menawarkannya menjadi pegangan publik.

Karakteristik

Dalam pandangan Muhammadiyah, sesuai dengan ajaran Al-quran, negara ideal berdasarkan konsep darul ‘ahdi wa syahadah itu Indonesia benar-benar sangat berpeluang beroleh berkah Allah SWT karena penduduknya memiliki sifat-sifat:

1. beriman dan bertaqwa sebagaimana disebutkan dalam QS. Al A’raf:96; QS. Adz Dzariyat : 56 dan QS. Hud : 61
2. beribadah dan memakmurkannya sebagaimana hal ini ditegaskan dalam QS. Al Baqarah:11; dan Al Baqarah:30
3. menjalankan fungsi kekhalifahan dan tidak membuat kerusakan di dalamnya (QS. Al Baqarah:11 dan Al Baqarah:30 )
4. memiliki relasi hubungan harmonis dengan Allah, juga terhadap sesama manusia QS. Al Hujurat : 13
5. juga diwajibkan mampu mengembangkan pergaulan global yang setara dan berdasarkan taqwa QS. Ali Imran : 112
6. dan dengan semua itu diharapkan Indonesia dapat menjadi Negara unggulan yang bermartabat sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali Imran : 110

Muhammadiyah memandang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan sejalan dengan ajaran Islam yang secara imperatif wajib dikembangkan menjadi Negara unggulan bermartabat. Pandangan dan keyakinan ini didasarkan pada bunyi (kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik).

Indonesia Berkemajuan Dalam perspektif Muhammadiyah Islam adalah agama kemajuan yang diturunkan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan dan terbangunnya peradaban semesta. Kehidupan kebangsaan maupun kemanusiaan universal yang digerakkan Muhammadiyah selalu berlandaskan komitmen menyemai benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemamkmuran dan keutamaan hidup menuju peradaban utama yang melahirkan keunggulan lahiriah dan ruhaniah.

Islam ditegakkan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan tanpa driskiminasi, menggelorakan misi anti-perang, anti-terorisme, anti-penindasan, anti-keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran.

Sebagai kekuatan strategis umat dan bangsa, Muhammadiyah senantiasa berkomitmen membangun Negara Pancasila dengan pandangan Islam yang berkemajuan itu, sesuai kepribadiannya, yakni pertama, beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. Kedua, memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah islamiyah. Ketiga, lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam. Keempat, bersifat keagaamaan dan kemasyarakatan. Kelima, mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah Negara yang sah. Keenam, amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh yang baik. Ketujuh, aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan pembangunan sesuai ajaran Islam. Kedelapan, bekerjasama dengan golongan Islam manapun dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam, serta membela kepentingannya. Kesembilan, membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negar amencapai masyarakat Islam sebenar-benarnya. Kesepuluh, bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

Bukan hal baru Apa yang kini diperjuangkan Muhammadiyah bukanlah sesuatu yang baru. Organisasi yang berdiri tahun 1912 ini melalui para pemimpinnya tercatat memiliki keterlibatan aktif dalam usaha-usaha menuju kemerdekaan.

Kyai Haji Mas Mansur (anggota dari empat serangkai bersama Ir. Sukarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara) tercatat merintis prakarsa persiapan kemerdekaan.
Tokoh penting Muhammadiyah lainnya (Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar Mudzakir, dan Mr. Kasman Singodimedjo), bersama para tokoh lainnya tercatat mengambil peran aktif merumuskan prinsip dan bangunan dasar Negara Indonesia sebagaimana keterlibatan pada institusi yang diberinama Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Mereka bersama tokoh lain menjadi perumus dan penandatangan lahirnya Piagam Jakarta yang menjiwai Pembukaan UUD 1945.

Tentu saja tidak boleh dipandang remeh, bahwa Panglima Besar Jenderal Soedirman selaku kader dan pimpinan Muhammadiyah, meski dalam kondisi kesehatan yang dalam sejarah selalu diceritakan tidak begitu prima, telah pula turut menyumbangkan peran strategisnya dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Bukankah sejarah mencatatnya menjadi tokoh utama perang gerilya, dan kemudian menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia?

Anda lupa Ir Juanda? Ia adalah tokoh Muhammadiyah yang tak mungkin dilupakan sebagai pencetus Deklarasi Juanda (tahun 1957) yang kemudian menjadi tonggak eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Deklarasi Juanda menyatukan laut ke dalam kepulauan Indonesia, sehingga Indonesia menjadi sebuah Negara utuh yang tak terkendala oleh batas-batas perairan yang seolah memisahkan satu sama lain.
Orasi pada Dialog Kebangsaan Milad ke-52 IMM di Medan, Sabtu, 26 Maret 2016.


Shohibul Anshor Siregar dosen FISIP UMSU. Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS)

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini