post image
KOMENTAR
Semangat revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) sebenarnya ingin mengembalikan kembali rezim kontrak karya yang sudah dihapus sejak tahun 2009.

Koordinator Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia, Chalid Muhammad menegaskan hal itu. Ia mencoba menarik ke belakang, sejarah lahirnya rezim kontrak karya yang sangat menguntungkan investor asing itu.

Revisi UU Minerba, jika dilihat secara historis, sangat tidak sederhana dan tidak atas gagasan satu dua orang saja.

"Saya melihat beyond Sudirman Said dan Jusuf Kalla (di balik revisi). Saya tidak ingin mensplifikasi seolah-olah hanya mereka," ujar Chalid kepada Kantor Berita Politik RMOL, di Jakarta, Rabu, (23/3).

Sejarahnya, jelas dia, dimulai di zaman Presiden Soekarno, muncul ide nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada saat itu. Satu-satunya perusahaan asing yang tidak dinasionalisasi adalah Caltex. Ini lantaran Direktur Caltex pada saat itu, Yulius Tahia, memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno.

Kemudian, Freeport berkeinginan masuk ke Papua untuk menambang emas yang melimpah di Grasberg. Freeport kemudian mencari tahu cara agar bagaimana bisa diterima oleh Pemerintah Indonesia agar bisa masuk ke Papua. Freeport kemudian bertemu dengan Yulius Tahia.

"Yulius Tahia kemudian memberi advice kepada Freeport untuk bertemu yang namanya Ali Budiardjo yang kemudian direktur pertama PT. Freeport Indonesia," cerita Chalid.

Freeport kemudian menyewa satu konsultan hukum, untuk menyiapkan draft kontrak. Lewat lobi-lobi yang masif, Freeport akhirnya dapat mempengaruhi pemerintah mengeluarkan UUU 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Kemudian Freeport berperan lagi dalam keluarnya UU 11/1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan Umum.

"Akhirnya puluhan kontrak karya mengikuti model yang ditawarkan Freeport ini. Disebut kontak karya generasi pertama," lanjut Chalid.

Kemudian, rezim Orde Baru berakhir, lahir rezim reformasi, keluar UU Otonomi Daerah, dibarengi dengan keluarnya UU Minerba. Berkat reformasi, perhatian masyarakat menjadi luas, publik memberi perhatian khusus terhadap pengelolaan sumber daya. Rezim kontrak sendiri sudah berakhir di UU 4/2009 tentang Minerba.

Karena keluar regulasi itu, maka seluruh perusahaan yang menganut kontrak karya, semuanya akan berakhir ketika masa kontrak mereka habis.

"Termasuk Freeport, yang kontraknya habis di 2021," tandasnya.

Namun, karena muncul kasus 'Papa Minta Saham', gaduh di publik, semua terkecoh. Perdebatan yang terjadi adalah apakah kontrak karya Freeport diperpanjang atau tidak.

"Harusnya sudah nggak ada lagi pembahasan soal itu," ungkapnya.

Seharusnya, lanjut Chalid, Freeport sudah menjadi izin usaha penambangan khusus, bukan kontrak karya lagi. Lantaran publik sudah tahu rezim kontrak karya ini sudah berakhir, itulah alasan pemerintah untuk menggagas revisi UU Minerba agar menghidupkan kembali kontrak karya.

"Saya menduga perusahaan-perusahaan inilah mendalangi lahirnya gagasan revisi UU Minerba (sat ini) untuk menghidupkan kembali rezim kontrak. Padahal itu tidak boleh lagi," pungkasnya. [hta/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa