Jakarta dibuat "lumpuh" oleh pengunjuk rasa yang menamakan dirinya Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD). Mereka menolak ketidaktegasan pemerintah atas hadirnya angkutan umum yang berbasiskan aplikasi.
Minimnya kehadiran petugas keamanan di Jakarta pun dimanfaatkan oleh pengunjuk rasa untuk melakukan tindakan anarkis dan berbuat semaunya di fasilitas-fasiltas publik. Ibukota dibuat mencekam dan lumpuh lalu lintas.
Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi, seharusnya intelijen sudah tahu dan bisa mencium aksi-aksi anarkis itu sebelum kejadian. Tindakan preventif dan saran kepada stakeholder keamanan lalai diberikan oleh BIN.
Kejadian ini, katanya beberapa saat lalu (Rabu, 23/3), pun seperti menjadi tamparan bagi Presiden, seolah-olah pemerintah membiarkan terjadinya bentrokan di akar rumput antara pengemudi angkutan umum dengan pengemudi angkutan lainnya. Bahkan pengemudi ojek aplikasi pun terkena getahnya.
"Rakyat seperti dibiarkan diadu dan dibenturkan. Persoalan ini kan muncul karena ketidaktegasan aparat yang menangani angkutan dan lemahnya antisipasi pihak keamanan. Seolah-olah pemerintah absen dan lalai atas kejadian yang memprihatinkan ini," ungkap Ari Junaedi
Bila saja aparatus intelijen mumpuni dengan kepemimpinan BIN yang hebat, lanjut Ari, tentu tidak akan kecolongan.
"Cukup sudah Jakarta dibuat lumpuh dengan aksi anarki dan Presiden harus mencopot bawahannya yang tidak becus kerja," demikian Ari.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA