Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi mengkritik keras dan menolak naskah akademik UU Minerba yang diajukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hendrik Siregar mengemukakan alasan mereka menolak naskah akademik UU Minerba. Sejak awal, sejak UU ini disahkan tahun 2009 lalu mereka sudah mengkritik persoalan hak-hak masyarakat yang terpinggirkan dalam eksploitasi Minerba.
Masyarakat adat (sebutan masyarakat setempat) hak-haknya sangat dikesampingkan, dan hanya dilibatkan di persetujuan akhir ketika wilayah tersebut akan dieksploitasi.
"Menurut kami seharusnya kalau bicara hak menentukan pilihan, mereka dilibatkan sejak awal. Di RUU ini kembali begitu lagi bunyinya, hak masyarakat dikesampingkan," ujar Hendri dalam diskusi Menolak Revisi UU Minerba di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Selasa, (21/3).
Masyarakat yang tidak dilibatkan di awal rencana eksploitas Minerba di satu wilayah justru dikatakan Hendrik akan menjadi masalah di kemudian hari.
Seharusnya, lanjut dia, dalam naskah revisi UU Minerba, masyarakat ditempatkan di posisi paling atas dalam pertimbangan eksploitasi Minerba, baru kemudian merujuk pada pemerintah dan investor. Namun yang terjadi justru sebaliknya, semangat revisi UU Minerba masih mengutamakan nilai investasi.
"Di RUU ini ruang akses keadilan masih sangat kecil. Sejak awal masyarakat tidak pernah dilibatkan. Jadi apa yang diubah dalam UU ini?" tanya Hendrik.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA