
Hadir Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, anggota Donny Maryadi Oekon (PDIP), Yulian Gunhar (PDIP), Adian Yunus Yusak Napitupulu (PDIP), Eni Maulani Saragih (Golkar), Gito Ganinduto (Golkar), Satya Widya Yudha (Golkar), Ramson Siagian (Gerindra), Bambang Haryadi (Gerindra), Adji Farida Padmo Ardans (P.Demokrat), Andriyanto Johan Syah (PAN), H Agus Sulistyono (PKB) dan H Isqan Qolba Lubis (PKB).
Dalam diskusi, turut hadir unsur DPRD Sumut, Dirjen Migas, Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen Minerba, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Kementerian Ristek dan Dikti, PT Pertamina, PT PLN (persero), PT PGN, PT Inalum, BPH Migas dan SKK Migas serta intansi terkait.
Erry mengatakan, harga gas di Sumut tertinggi di Indonesia mencapai US$ 12 per juta British Thermal Unit (MMBTU) dari sebelumnya US$ 14 MMBTU. Dampaknya, industry mengalami kendala dalam berproduksi akibat tingginya biaya operasional pengadaan gas.
"Gas merupakan urat nadi pertumbuhan ekonomi Sumut. Jika harga gas tetap mahal, industri menjadi tidak miliki daya saing," ujar Erry.
Erry berharap, pemerintah pusat mengeluarkan regulasi yang mengatur harga gas dalam upaya mendorong pertumbuhan industri di Sumut.
"Pihak industri berharap, harga gas industri di Sumut bisa dibawah US$10 per juta British Thermal Unit," sebut Erry.
Jika harga gas tetap tinggi, sejumlah investor di Sumut mengalami kendala dalam berproduksi, termasuk sejumlah industri yang kini telah beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei Simalungun dan di Kawasan Strategis Nasoional Danau Toba nantinya.
Selain masalah harga gas yang tinggi, Erry juga mengatakan, minimnya ketersediaan daya listrik di Sumut juga menjadi persoalan lain yang diharapkan segera mendapat solusi.
"Kita berharap, DPR RI bersama pemerintah pusat duduk bersama mencari solusi dua masalah itu," ujar Erry.[rgu]
KOMENTAR ANDA