Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) berkomitmen memberantas korupsi di Indonesia. Sebagai organisasi masyarakat (Ormas) Pospera memiliki peran mencegah bahkan membantu membongkar korupsi yang telah memiskinkan Indonesia.
Hal itu terungkap dalam Diskusi Diskusi Terbuka Pospera dengan tema Peran Pospera Dalam Pemberantasan Korupsi di Sumut yang diselenggarakan DPD Pospera Sumut di Warung Neko Neko Jalan Merak Medan, Minggu (20/3), malam.
Hadir dalam pembicara Anggota Komisi VII DPR RI Adian Yunus Yusak Napitupulu, Anggota Komisi E DPRD Sumut Efendi Panjaitan dan praktisi perbankan Ester Junita Ginting. Hadir Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution (Pembina DPC Pospera Medan) dan kader Pospera dari berbagai wilayah di Sumut.
Efendi Panjaitan yang juga Penasehat DPD Pospera Sumut mengatakan masyarakat berperan mencegah tindakan korupsi, dengan cara memberikan data, melaporkan, menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum. "Pospera bersinergi dengan pemerintah dan lembaga pemberantasan korupsi. Mengawal kebijakan yang pro rakyat agar tidak disalahgunakan. Pospera berperan di sini," kata Efendi Panjaitan.
Ester Junita Ginting yang juga Penasehat DPD Pospera Sumut mengatakan Pospera harus berperan dalam menyelamatkan kekayaan Indonesia. "Budaya anti korupsi itu dimulai dari diri sendiri," katanya.
Perlu menanamkan kejujuran dan malu berbuat kesalahan sejak dini kepada anak-anak. Dia mencontohkan, kadang orang tua tidak sadar bertindak salah di depan anaknya. Contoh kecil, melanggar rambu lalulintas yang menunjukan budaya tidak ada rasa malu. "Bayangkan jika sejak kecil anak-anak sudah curang. Bagaimana sepuluh tahun yang akan datang," katanya.
Adian Napitupulu yang merupakan Ketua Dewan Pembina DPP Posepra mendorong Pospera turut mengawal pencegahan korupsi melalui kebijakan. Menurutnya, makna dari tindakan korupsi saat ini sudah membingungkan, bahkan bisa merusak nilai-nilai budaya Indonesia.
"Pospera mendesak pemerintah membuat batasan batasan, mana yang disebut korupsi dan mana yang tidak," katanya.
Sekretaris Jenderal Pena'98 ini mengatakan, tidak jelasnya batasan korupsi itu dapat merusak hubungan sosial. Dalam penceghahan, Komisi Pemberantasan Korupsi melarang pejabat negara memberikan barang atau uang lebih dari Rp 1 juta. Batasan ini menimbulkan ketakutan yang akhirnya menghancurkan nilai-nilai sosial dan persahabatan.
"Kalau saya berikan lebih dari batasan itu nanti dibilang korupsi, gratifikasi. Mungkin kalau ditangkap bisa jelaskan dan lolos. Namun sudah ditangkap saja sudah menjadi aib yang mencoreng keluarga," katanya.
Mengawal pencegahan dan pemberntasan korupsi, Pospera bisa menjadi intelejen pemerintah dan bisa juga menjadi mitra yang menyumbang ide dan pemikiran. Pospera memberikan masukan bahwa perlunya memberikan diskresi hukum kepada pejabat pengambil keputusan. Diskresi mengambil tindakan cepat meskipun secara prosedur tidak tepat.
Kesempatan itu, Ketua DPD Pospera Sumut Liston Hutajulu mengatakan kegiatan diskusi terbuka agar DPC Pospera Kab/Kota yang hadir dapat menyusun berbagai program kerja di daerah masing-masing. Diantaranya mengenai langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi.[rgu]
KOMENTAR ANDA