Rencana pemerintah menaikkan iuran rutin bulanan BPJS Kesehatan menuai kritik, kebijakan yang dinilai tidak pro pekerja.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan rencana kenaikan yang akan mulai efektif April 2016 mendatang itu tidak layak karena menjadi beban baru pekerja yang pasti akan memberatkan
Menurutnya, selama ini, pelayanan BPJS masih sangat jauh dari harapan. Penyelenggara layanan kesehatan baik itu rumah sakit ataupun klinik kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS masih buruk. Banyak masyarakat anggota BPJS selalu ditolak saat meminta pelayanan medis dengan alasan kamar penuh atau lainnya.
"Selain itu pelayanan BPJS Kesehatan belum optimal seperti masih ada orang sakit ditolak rumah sakit, antrian panjang, pemberian obat terbatas yang mengakibatkan buruh menambah biaya obat. Selain itu, provider rumah sakit dan klinik swasta yang terbatas. Jadi belum layak iuran BPJS dinaikkan," jelasnya di Jakarta, Minggu (13/3).
Iqbal menambahkan, kebijakan itu semakin menguatkan indikasi bahwa BPJS tidak becus dalam mengelola iuran peserta. Bahkan akhir-akhir ini banyak diberitakan BPJS mengalami kerugian dan terancam kolaps. Menurutnya, tidak pantas BPJS langsung membebankan peserta untuk menanggung kerugian perseroan apabila benar tengah mengalami ancaman kebangkrutan.
"Yang seharusnya dilakukan pemerintah dengan adanya defisit anggaran BPJS per tahun Rp 5 triliun adalah dengan menaikkan anggaran PBI (penerima bantuan iuran) menjadi Rp 30 triliun per tahun," bebernya.
Diketahui, besaran rencana perubahan iuran peserta Mandiri BPJS Kesehatan untuk kelas I dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000, kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA