Kampanye negatif Singapura untuk menggagalkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak yang dipersiapkan pemerintahan Joko Widodo semakin gencar.
Manuver yang dilakukan Singapura dan antek-anteknya, termasuk yang ada di Indonesia, dilatarbelakangi besarnya dana yang selama ini justru 'dinikmati' rakyat Singapura untuk memajukan perekonomian negeri berpenduduk 5 juta itu. Mereka khawatir bank-bank besar Singapura akan runtuh karena kehiangan likuiditas.
Dengan demikian, menurut pengamat ekonomi Aviliani, pemerintah dan DPR baiknya mempercepat pemberlakuan tax amnesty di Indonesia. Jika tidak dilakukan dalam waktu dekat, selain Singapura, negara-negara lain yang selama ini juga menjadi penampungan uang orang Indonesia akan ikut melakukan kampanye negatif.
Aviliani menjelaskan, saat ini banyak uang milik orang Indonesia yang terparkir di Singapura. Dengan tax amnesty uang tersebut akan banyak yang kembali ke Indonesia.
Salah satu kebijakan Singapura untuk menggagalkan tax amnesty Indonesia adalah dengan menawarkan kewarganegaraan kepada anggota keluarga Indonesia yang menyimpan uang di Singapura.
Dengan menjadi warga Singapura, ketika era keterbukaan informasi (Automatic Exchange of Information/AEoI) diberlakukan, pemerintahan Jokowi tidak bisa menjatuhkan sanksi denda pajak hingga 48 persen sekalipun. Akibatnya, Indonesia akan terus menjadi negara miskin dan tidak mampu mengalahkan Singapura seperti yang diinginkan antek-antek di dalam negeri.
"Makanya ini (tax amnesty) harus cepat. Kalau tidak uang itu nantinya tidak akan bisa kembali ke Indonesia dan tetap tersimpan di negara lain," ujar Aviliani dalam keterangan yang diterima redaksi. Pernyataan Aviliani ini juga sempat disampaikannya dalam diskusi Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 di Balai Kartini, Kamis (10/3).
Menurut Aviliani, terdapat sekitar 50 juta warga Indonesia yang masuk dalam kelompok kaya. Sedangkan 100 juta orang lainnya adalah kalangan menengah. Dengan angka ini, seharusnya 50 juta orang ini bisa menjadi peserta wajib pajak.
Sayangnya kalangan kaya ini nyatanya tidak semua membayar pajak. Melihat hal ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus lebih maksimal dalam menarik wajib pajak terhadap kelompok ekonomi ini. [rmol]
KOMENTAR ANDA