Cuaca dingin dan badai berbahaya atau El Viento Blanco bukan hanya menghentikan pendakian Tim Ekspedisi Indonesia Raya di ketinggian 6.600 mdpl atau terpaut sekitar 300 mdpl dari summit di ketinggian 6.962 mdpl. Tapi awan tebal disertai badai dengan kecepatan angin 30 knot terus membayangi Tim Ekspedisi yang sudah turun gunung menuju Plaza De Mulas di 4.300 mdpl.
"Tim Ekspedisi diputuskan turun ke bawah. Tapi sejak di 5.900 mdpl, awan gelap dan angin kencang terus membayangi. Saat ini Tim Ekspedisi sudah berada di ketinggian 4.300 mdpl titik pemberhentian yang aman," kata Dansatgas pendakian Letkol Mar Rivelson Saragih di taman Aqoncaqua, Sabtu (6/3) malam atau minggu pagi (7/3) waktu di Indonesia.
Sementara itu sejumlah penjajakan terus dilakukan oleh promotor pendakian Teguh Santosa, Manajer Ekspedisi Dar Edi Yoga serta Dansatgas Pendakian Letkol Mar Saragih dengan operator pendakian untuk tetap melanjutkan ekspedisi pengibaran bendera Merah Putih sampai di puncak gunung Aconcaqua.
"Prinsipnya jika operator membolehkan, anggota pendakian terutama dari marinir siap melanjutkan pendakian dengan tetap mengutamakan keselamatan para pendaki," kata Letkol Mar Rivelson Saragih.
Cuaca di puncak Gunung Aconcagua, Argentina, memang sulit diprediksi dan dapat berubah secara ekstrem dalam waktu singkat. Hal inilah yang sering menjadi kendala dalam pendakian Aconcagua.
Tim Ekspedisi Indonesia Raya yang diperkuat pendaki tunadaksa Sabar Gorky, lima anggota Korps Marinir TNI AL, dua pecinta alam dan seorang wartawan Kantor Berita Politik RMOL dalam beberapa hari terakhir berupaya melalui cuaca dingin dan badai yang berbahaya dan sering disebut dengan julukan El Viento Blanco.
Para pendaki Ekspedisi Indonesia Raya telah beberapa kali mengalami serangan badai dalam upaya summit attack ke ketinggian 6,962 mdpl. Upaya menembus badai untuk mencapai puncak Aconcagua harus terhenti di titik 6.600 mdpl. Di saat bersamaan jarak pandang menjadi sangat terbatas ditambah dengan tiupan angin yang kuat dan dapat menghempaskan para pendaki.
"Bagaimanapun juga, keselamatan adalah hal yang utama dan di atas segala-galanya," kata Promotor Ekspedisi Teguh Santosa yang sudah tiga hari memantau pendakian di Mendoza, Argentina.
Menurut Teguh Santosa, para pendaki telah berupaya maksimal dan mempertaruhkan nyawa. Angin kencang yang dapat mencapai 90 km/jam bertiup bersamaan dengan kabut dan ditambah dengan hujan salju merupakan gambaran sederhana dari badai berbahaya ini.
El Viento Blanco ini juga yang diduga menjadi penyebab meninggalnya salah satu pendaki berpengalaman dari Indonesia yaitu (alm) Norman Edwin dan rekannya (alm) Didiek Samsu pada saat melakukan ekspedisi di Aconcagua tahun 1992.
"Kemarin ada dua orang pendaki dari negara lain yang harus dievakuasi karena mengalami pembusukan pada ruas jari di tangan dan kaki akibat tidak memakai pelindung standar pendakian. Bahkan banyak juga pendaki yang harus dievakusai dari ketinggian 5.400 mdpl," ujar Teguh Santosa.
Adapun jika pendakian dilanjutkan, sejumlah pendaki yang sudah terpukul karena bertahan dalam suhu dingin minus 30 derajat dan dihantam angin kencang akan melakukan recovery dan turun gunung. Sementara sebagian lagi setelah melakukan recovery dan menunggu pasokan makanan akan melanjutkan pendakian jika diberikan lampu hijau oleh operator pendakian.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA