post image
KOMENTAR
Surat edaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang sensor membatasi kebebasan berekspresi dan merupakan bentuk kekurangan daya pikir dari pejabat publik, dan hal itu berbahaya bagi demokrasi.

Hal itu disampaikan oleh dosen filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung yang menyebut KPI adalah lembaga yang buta huruf terhadap peradaban dunia.

"Ekspresi tubuh pasti hidup dalam masyarakat terbuka, KPI menunggangi moralitas yang beredar, dan tidak tahu isi konkret dari demokrasi," ujar Rocky di Jakarta, Rabu, (2/3).

Ia menuding, apa yang dilakukan KPI dengan membatasi ruang gerak berekspresi sangat berbahaya bagi alam demokrasi. Ia mencontohkan, KPI melarang presenter televisi laki-laki tidak boleh bergaya seperti perempuan. Itu berarti menurutnya, KPI membenci tumbuh perempuan dan menganggap tubuh perempuan adalah sarang dosa.

"Semua ikut dalam kesolehan publik, bukan berasal dari konstitusi. Padahal kesolehan publik hanyalah perbincangan rasional warga negara belaka, kenapa hares diatur dan dipaksakan," tegasnya.

Ia khawatir, apa yang dilakukan KPI ini membuat Indonesia mengalami kemunduran peradaban, jika semua hal harus diatur oleh negara, termasuk tata cara berpakaian diatur oleh negara, maka kebebasan individu mengalami pengekangan.

Diketahui, karena surat edaran KPI, tayangan-tayangan di televisi menjadi pembahasan publik akibat sensor-sensor yang dianggap konyol, seperti tayangan kartun yang menonjolkan bentuk tubuh diblur. Hal ini dilakukan oleh pihak televisi untuk mentaati surat edaran yang disebarkan KPI. [hta/rmol]

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Komunitas