Ombudsman RI perwakilan Sumatera Utara mendatangi kediaman Kariani Laia, siswi SMP Negeri 19 yang memilih tidak sekolah karena merasa minder tidak mampu membayar uang buku dan seragam sekolah sebesar Rp 837 ribu yang selalu ditagih pihak sekolah. Saat didatangi, Kariani didampingi oleh ayahnya Saroganoita Laia (41) dan Ferimani Nduru (38) di Jalan Abadi no 52 Medan Sunggal.
Saroganoita mengatakan dirinya memang tengah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan anaknya bersekolah karena penghasilannya yang tidak menentu sebagai tukang becak. Uang yang didapat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga mereka dan sebagian lainnya disisihkan untuk membayar kontrakan rumah yang ditempati bersama dengan 3 kepala keluarga lain.
"Payah sekarang cari sewa (penumpang). Uang yang ada cuma bisa untuk biaya makan," katanya, Rabu (2/3).
Saroganoita menjelaskan, sebelum pindah ke kontrakan yang baru ini mereka tinggal di Jalan Sei Batu Gingging Pasr X, Padang Bulan Selayang I. Disana mereka mendapat bantuan beras miskin dari pemerintah karena tercatat sebagai warga Medan, sehingga kebutuhan pangan tercukupi. Namun tingginya biaya kontrakan membuat mereka terpaksa pindang ke Jalan Abadi Medan Sunggal. Namun dilokasi ini mereka tidak lagi menerima bantuan raskin.
"Makanya uang yang ada dipake untuk beli beras," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Ferimani Nduru. Ia mengaku berusaha untuk mencari tambahan penghasilan suaminya dengan menjadi buruh cuci pada rumah-rumah warga. Namun uang yang dihasilkannya juga tidak mencukupi untuk membayar uang yang diminta oleh pihak sekolah tempat Kariani bersekolah.
"Saya cuma diupah Rp 500 ribu," ujarnya.
Kedua orang tua Kariani berharap Pemerintah Kota Medan memperhatikan pendidikan anak mereka. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan pendidikan wajib hingga 12 tahun.[rgu]
KOMENTAR ANDA