Terdakwa suap hakim PTUN Medan, Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho dituntut pidana penjara 4,6 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sementara Istrinya, Evy Susanti 4 tahun. Oleh Jaksa KPK, keduanya juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta, subsider 5 bulan kurungan.
Jaksa KPK, Irene Putri mengatakan, pasangan suami istri tersebut dinilai menyuap tiga hakim PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan.
"Suap tersebut bertujuan untuk mempengaruhi putusan perkara yang ditangani di PTUN Medan," jelas dia saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/2).
Dalam dakwaan pertama, Gatot dan Evy dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan kedua, Gatot dan Evy dinilai turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yakni memberi hadiah atau janji yakni sebesar Sing$5 ribu, AS$15 ribu, AS$5 ribu serta AS$2 ribu kepada pegawai negeri sipil yakni Tripeni, Dermawan , Amir dan Syamsir Yusfan. Lantaran kekuasaan dan wewenang yang melekat pada ketiga hakim untuk mengabulkan putusan permohonan perkara Gatot dan Evy, kedua terdakwa juga dijerat dengan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Gatot dan Evy didakwa menyuap Patrice Rio Capella sebesar Rp200 juta. Pemberian uang itu dimaksudkan agar Patrice sebagai anggota Komisi III DPR yang juga mitra kerja Kejaksaan Agung RI memfasilitasi islah (perdamaian) agar memudahkan pengurusan pengehentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Bansos, BDB, BOS, DBH, dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Pemprov Sumut yang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Atas tindakan itu, Gatot dan Evy didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, tindakan Gatot dan Evy yang mengetahui kalau pemberian sebesar Rp200 juta kepada Patrice melalui Fransisca karena kewenangan atau kekuasaan yang melekat dalam diri Patrice selaku anggota Komisi III DPR RI dan juga selaku Sekjen Partai Nasdem (saat ini sudah tidak menjabat Sekjen) dalam rangka mempermudah pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Agung. Atas tindakan itu Gatot dan Evy didakwa dalam dakwaan kedua kedua dengan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perkara tersebut adalah permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan pencarian Dana Bagi Hasil (DBH). Gatot berharap perkara No. 25/G/2015/PTUN-MDN itu dikabulkan.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA