Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya tidak mau kehilangan banyak waktu untuk segera mewujudkan 10 "Bali-Bali" baru, sebagai destinasi prioritas yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai daya pikat baru di sektor pariwisata.
"Saya sudah bentuk shadow management, untuk percepatan pengembangan 10 destinasi unggulan itu," kata Menpar di Jakarta, Rabu (17/2).
Tugasnya, kata Menpar, melakukan pendataan, pendalaman, dan merumuskan langkah besar apa saja untuk percepatan pembangunan kawasan tersebut. Mereka sudah mendapatkan materi "critical success factor" satu kunci yang jika itu tidak dituntaskan akan menjadi palang pintu pengganjal di titik-titik destinasi itu.
"Mereka yang akan mendalami, lalu dibawa ke tim, selanjutnya ditindak lanjuti dengan cepat," ungkapnya.
Tim percepatan 10 destinasi unggulan itu diketuai oleh Hiramsyah Sambudhy Thaib, alumni arsitek ITB tahun 1981 yang lahir di Jakarta 53 tahun yang lalu. Segudang reputasi dan jabatan strategis sudah dia torehkan, termasuk pernah menjadi Ketua Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI) 2001-2005, lalu Dewan Pembina AKPI 2005-2010, Wakil Ketua Komite Kebijakan, Bidang Properti dan Kawasan Industri KADIN 2008-2011. "Saya siap menjalankan tugas ini," kata Hiramsyah pendek.
Khusus Danau Toba Sumatera Utara dipercayakan pada Rino Wicaksono, Tanjung Kelayang Belitung Fandi Wijaya, Tanjung Lesung Banten Ida Irawati, Keulauan Seribu dan Kota Tua Jakarta Budi Faisal, Borobudur Jawa Tengah Larasati, Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur AS Harsawardhana, Mandalika Lombok Selatan NTB Taufan Rahmadi, Labuan Bajo NTT Shana Fatina, Wakatobi Sultra Ari Prasetyo, dan Morotai Maltara Ari Surhendro.
Faktor budaya yang juga menjadi hal penting dan menentukan sukses tidaknya program percepatan ini, kata Menpar, juga dicermati. Tokoh yang diberi tugas untuk mengurus sisi budaya adalah Taufik Rahzen. Pria kelahiran Sumbawa 1963 ini aktif di World Cultural Forum (WCF), Newseum Indonesia, dan Aliansi Indonesia Festival (ALIF).
Budayawan ini juga penulis soal Laksamana Cheng Ho yang detail dan sedang dikemas sebagai Jalur Cheng Ho ke Laut China Selatan sampai ke Nusantara. Dari Aceh, Batam, Belitung, Palembang, Jakarta, Cirebon, Semarang, Tuban, Surabaya, dan Bali. "Pertimbangan budaya itu hal yang sangat penting, untuk membangun sebuah kawasan pariwisata. Karena itu sejak mendesain awal, kami melihat sisi budaya sebagai sebuah kekuatan," jelas Menpar.
Mantan Dirut PT Telkom ini melihat data wisman yang masuk ke Indonesia. Angkanya masuk akal untuk menjadikan budaya sebagai faktor sukses. "60 persen karena budaya, 35 persen karena alam atau nature, dan 5 persen man made, seperti MICE -meeting, incentive, conference-exhibition, lalu sport tourism, showbiz, dan buatan manusia yang lain," tandas Menpar.
Satu lagi, tokoh yang dimasukkan dalam tim percepatan ini, Riant Nugroho, ahli kebijakan publik. Dia yang akan mensinkronisasi segala peraturan perundangan, agar tidak bertabrakan satu dengan yang lain. "Setelah tim ini running, kami akan segera membentu Badan Otorita, yang akan menjadikan objek wisata itu dengan konsep single destination single management," jelas Peraih Marketeer of The Year 2016 ini.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA