Kalau kewenangan penyadapan hilang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kehilangan "gigi". Kalau penyadapan hanya boleh dilakukan dalam proses penyidikan, itu tidak ada gunanya. Dalam proses penyidikan, tersangka sudah ditetapkan, buat apa lagi penyadapan.
Demikian ditegaskan oleh Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad saat berkomentar terkait revisi UU KPK yang akan mengurangi wewenang KPK melakukan penyadapan.
"Kalau penyadapan dibatasi, itu namanya membonsai KPK," tegasnya, di MMD Initiative, Jakarta Pusat, Selasa, (16/2).
Pensiunan polisi ini juga menentang mekanisme yang mengatur perintah penyadapan harus izin lengkap kelima pimpinan KPK. Menurutnya, cukup tanda tangan 2 pimpinan saja, maka seharusnya penyadapan atas suatu perkara sudah bisa dilakukan.
"Saya tidak setuku, kalau harus izin kelima pimpinannya. Kalau misal tiga orang dari kelima itu titipan gimana, bagaimana mau efektif dan adil," ujarnya.
Dalam proposal Revisi UU KPK, Farouk setidaknya menyoroti lima hal, yakni, batasan perkara yang bisa diusut KPK, Kewenangan Penyadapan, Dewan Pengawas, Kewenangan Menerbitkan SP3 dan Penyelidik dan Penyidik Independen.
Dari kelima poin tersebut, Farouk berpendapat DPR ingin mereduksi dan bahkan mengamputasi beberapa kewenangan KPK. Ia berpendapat sama dengan Mahmud MD, bahwa revisi UU KPK memerlukan naskah akademik, sebagai tolak ukur untuk menyusun blue print dan road map KPK kedepan.
"Maka pertanyaannya adalah, benarkah revisi UU KPK yang diajukan DPR RI berisi pasal-pasal yang sebagian besar melemahkan KPK? Apakah masih diperlukan revisi KPK ini? Karena itu diperlukan naskah akademik, yang memberikan penilaian akademik bagian-bagian mana yang harus diperkuat," pungkasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA