post image
KOMENTAR
Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya, Dr. Rizal Ramli menjadi keynote speaker dalam Konvensi Nasional Media Massa dengan tema "Menjawab Tantangan Pembangunan Poros Maritim dan Menghadirkan Kesejahteraan" di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (8/2). Konvensi ini bagian dari rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2016.

RR sapaan akrabnya, menyebutkan, dalam legenda demokrasi, pers ditempatkan sebagai pilar keempat melengkapi eksekukutif, legislatif dan yudikatif. Substansi pers ada dua hal. Pertama, untuk menjaga keseimbangan sistem triaspolitika. Kedua, bersama kekuatan civil society menyalurkan suara publik sebagai bentuk demokrasi langsung, untuk mengawal dan mengontrol apabila sistem demokrasi perwakilan (karena legislatif dan eksekutif dipilih melalui pemilu) kurang efektif.

Akan tetapi dalam prakteknya, ungkap RR, pers hanya bisa berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi apabila memperoleh dukungan dari pilar yang lain. Sebab apabila ketiga pilar lainnya lemah, pers hanya akan menjadi seperti "anjing menggonggong dan khafilah tetap berlalu".

"Itulah sebabnya di negara-negara yang kehidupan demokrasinya lemah, pers dianggap hanya menimbulkan kebisingan dan kebablasan. Akibatnya, insan pers sering menjadi target tindak kekerasan, baik oleh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat atau dari rezim penguasa," ungkapnya.

RR menambahkan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri Indonesia, peran pers jauh lebih dalam lagi. Bukan sekedar pilar keempat, tapi juga menjadi salah satu pilar tegaknya kemerdekaan.

"Itu sebabnya hanya ada di Indonesia adagium "Pejuang Pers dan Pers Pejuang"," terang dia.

Menurut RR, adagium "Pejuang Pers dan Pers Pejuang" ini hidup di masyarakat Indonesia karena sejarah yang mencatatnya. Dunia jurnalistik nasional memang dibangun oleh kalangan intelektual yang selain nasionalis, keberpihakannya kepada rakyat 24 karat. Seperti Raden Mas Djokomono yang lebih dikenal dengan Tirto Adhi Soerjo, yang bukan saja dikenal sebagai pelopor penggunaan surat kabar sebagai alat perjuangan, tapi juga salah seorang yang menginisiasi lahirnya Boedi Oetomo pada 1908.

"Kita juga mengenal Djamaludin Adinegoro, yang salah satu putrinya aktif di dunia jurnalistik. Atau salah satu pendiri RRI Moehammad Joesoef Ronodipoero, yang saat menjadi wartawan Radio Jepang Hoso Kyoku, menggunakan radio tempatnya bekerja untuk menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan RI ke seluruh dunia," bebernya.

Lanjut RR, terlalu banyak untuk disebut satu per satu tokoh pers nasional yang terlibat secara aktif dalam perjuangan memerdekakan negeri ini. Karena pada umumnya intelektual pada masa itu kalau tidak menjadi jurnalis, mereka menulis di surat-surat kabar perjuangan.

"Karena itu, karya-karya jurnalistik pada zaman itu selalu berpihak kepada nilai-nilai perjuangan," ujar RR.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel