Ma,
Bila sekali waktu nanti kematian menghampiriku,
Kau tak perlu menangis hingga wajahmu mengkerut, lidahmu bergetar, bibirmu membiru, dan sukmamu seakan kehilangan separuhnya.
Ma,
Kau cukup duduk disebelahku, hingga persiapan pemakamanku.
Mulai dari pemandian hingga penguburan jasadku.
Berikan aku sebuah senyuman, jangan tangisan.
Karna betapa durhaka aku bila menghadirkan sebuah tangisan dari mata indahmu.
Ma,
Saat menulis ini, jiwaku pun bergetar.
Aku seolah akan meninggalkan segala nikmat Tuhan.
Kehadiranmu, Ma, menafikan nikmat yang lain.
Ma,
Bila dibalik kehadiran adalah kepergian,
Maka apakah seorang manusia yang kau lahirkan ini akan melanggar hukum tersebut?
Ma,
Tersenyumlah bila saat itu tiba.
Karena bila kau tersenyum, siksa kubur menjadi sebuah mitos yang tak pernah.
Langitpun cerah saat itu.
Para malaikat, bidadari, dan nabi tak akan sanggup membayangkan betapa indah senyuman Tuhan kepadaku---saat kau tersenyum.
Ma,
Tersenyumlah bila saat itu tiba.
Sebab dengan modal senyummu itu, Tuhan akan membuatkan satu syurga khusus untuk aku.
Ma,
Bahkan dengan senyum itu syurga tak cukup untuk membahagiakanku.
Maka dengan senyum itu, Tuhan merangkulku, memeluk dan memanjakanku.
Saat itu, lagu tidurku adalah cerita tentang perjuanganmu.
Ma,
Syurga tak lebih indah dari senyummu.
Kualasimpang, Aceh Tamiang, Indonesia
Lebaran ke IV, 1436H
Kembali
Ma,
Jangan bersedih jika
kehidupan meninggalkan kita
Sebab setelah kematian
ada kerinduan yang lebih dalam
daripada mengharapkan hari kemarin kembali.
Kita adalah padi
yang ditanam Tuhan.
Dia yang semai, Dia yang pupuk
dan Dia yang siram.
Perlahan menua, menguning
Kemudian jiwa kita
akan dipanen Tuhan.
Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara
19 November 2015
Ma,
Jangan bersedih jika
kehidupan meninggalkan kita
Sebab setelah kematian
ada kerinduan yang lebih dalam
daripada mengharapkan hari kemarin kembali.
Kita adalah padi
yang ditanam Tuhan.
Dia yang semai, Dia yang pupuk
dan Dia yang siram.
Perlahan menua, menguning
Kemudian jiwa kita
akan dipanen Tuhan.
Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara
19 November 2015
Kecuali
Ma,
Berbagai petuah telah ku dengar
Tapi tak ada yang lebih indah dari
Repetanmu.
Kecintaanmu padaku mengungkap betapa cinta Tuhan padaku
Nabi punya Jibril sebagai merpati pengantar surat Tuhan
itu cukup romantis
dan aku punya kau sebagai lembah penampung cinta yang tak seberapa ini
Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara
19 November 2015
Pertemuan
Ma,
Bila nanti kematian mendekatiku
Kau akan lihat
Tubuhku bergetar
Pangkal-pangkal buluku mendadak dingin,
Dan aku lemas tak berdaya
Jangan kau mendadak keder
Sebab lelaki mana yang tak bergetar
Ketika berjumpa dengan kekasih yang sudah lama ia tunggu pertemuannya?
Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara
20 November 2015
Kerinduan
Ma,
Tubuh yang bergetar adalah akibat kerinduan
sudah ingin dilepas dari kandangnya
bebauan yang jauh menjadi sangat pekat ku cium
dan ia lebih mencengkram kuat ketimbang
tusuk konde yang mengikat rambut
Medan, Universitas Sumatera Utara
20 November 2015
Nuriza Auliatami.Ma,
Tubuh yang bergetar adalah akibat kerinduan
sudah ingin dilepas dari kandangnya
bebauan yang jauh menjadi sangat pekat ku cium
dan ia lebih mencengkram kuat ketimbang
tusuk konde yang mengikat rambut
Medan, Universitas Sumatera Utara
20 November 2015
Kelahiran 9 Maret 1994 di Kualasimpang, Aceh Tamiang, Aceh.
Pendiri dan ketua umum Komunitas Rumah Minat Tulis (KRAMAT) USU.
Menulis dua buku; Sir-Naameh dan Kitab Cinta untuk Fa.
Menulis di berbagai antologi bersama;Surat untuk Presiden, GGC, Menuju Senja, dll.
Juara 1 nasional cipta puisi oleh penerbit Dreamedia. Kontestan di International junior author oleh Yayasan Laura Thomas, Brithis.
Saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Sastra Arab FIB USU.
KOMENTAR ANDA