PANGGUNG megah, kilau gemerlap, suara menggema, sorak gembira telah teradaptasikan ke segenap diri artis itu. Artis itu pun kemudian terkamuflase menjadi sosok yang memiliki kesempurnaan semu. Semua itu menjadi simbolnya.
Orang-orang pun terpana dan dibuat terbuai oleh segenap kesempurnaan semu artis itu. Terpana dan terbuai ternyata tidak cukup untuk orang-orang ini, walaupun utopis namun mereka tetap ngotot untuk bertransformasi menjadi serupa dengan seluruh kesempurnaan semu artis itu. Tak peduli apa akibat yang dapat hadir, yang penting adalah mendapatkan perhatian banyak orang, serupa dengan artis itu.
Tampaknya teroris sudah mulai menjadi artis di negara berlambang garuda ini. Popularitas garuda yang selama ini menjadi platform negara, diteladani rakyat, telah terkalahkan oleh teroris. Rakyat mulai gemar mengaku membawa bom, meletakkan bom di suatu tempat dan bentuk lainnya yang menggambarkan aktivitas dari terorisme.
Teroris mulai jadi teladan!
Fenomena apa ini?
Kenapa fenomena ini hadir bertepatan dengan kondisi Indonesia yang sedang kacau?
Seperti orang-orang yang kelewat gemar terhadap artis di atas, akan melakukan apapun untuk bisa mendapatkan perhatian yang sama dari orang di sekitar. Begitu juga dengan fenomena ini, orang-orang yang bersandiwara bak teroris mungkin ingin mendapatkan banyak perhatian, menjadi terkenal.
Melihat akibat dari perilaku tersebut akan membahayakan keamanan di suatu tempat, alasan melakukan perilaku tersebut pasti memiliki motif dan analisis lain.
Contohnya saja, pada 26 Januari 2016 telah terjadi sandiwara terorisme. Dua orang penumpang Wings Air bercanda dengan mengaku membawa bom di tasnya pada saat mengantri di security chek point.
Walaupun sekedar bercanda, dua orang tersebut dapat terkena tindakan pidana, hukuman penjara selama satu tahun, merujuk Undang-Undang Penerbangan No. 1 Tahun 2009. Kejadian yang serupa juga terjadi beberapa hari lalu, bahkan lebih parah karena dilakukan oleh wakil ketua DPRD Sumut.
Dengan dua kejadian tersebut, terbukti bahwa fenomena ini bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan perhatian.
Terlalu merugikan sekaligus membahayakan diri sendiri dan banyak orang. Lihat juga Wakil ketua DPRD Sumut tersebut, sudah menjadi pusat perhatian juga ikut melakuakannya. Lain cerita kalau dia memang masih kekurangan perhatian dan butuh peningkatan popularitas.
Banyak kejadian-kejadian terkait pengakuan membawa atau meletakkan bom lainnya. Fenomena ini sudah mulai menjamur.
Kepastian yang ada menyatakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam, berdimensi sistemik, yang menjadi penyebab munculnya fenomena ini. Fenomena ini juga akan membahayakan sistem keamanan di Indonesia.
Sebelum membahas tentang akibat dari fenomena ini, terlebih dahulu kita analisis dasar dan sebab timbulnya fenomena ini.
Penulis memberikan dua prasangka, analisis untuk menemukan sebab munculnya fenomena ini. Pertama, mental dan semangat rakyat sudah mulai terdegradasi. Kedua, fenomena ini adalah pola yang sengaja diciptakan untuk menyamarkan aksi terorisme sesungguhnya di kemudian hari.
Untuk yang pertama, walaupun dilatarbelakangi oleh candaan atau mendapatkan perhatian, namun itu bukan yang menjadi dasarnya, dasarnya terdapat pada mental dan semangat bernegara. Jika memang beberapa orang tersebut meneladani semangat Pancasila yang disimbolkan dengan garuda, maka mereka akan sadar betapa buruknya akibat dari menjadikan teroris sebagai sebuah teladan.
Tidak tertutup kemungkinan akan bertambah jumlah fenomena serupa jika ini disebabkan oleh lemahnya mental dan semangat bernegara.
Sadarlah! Candaan tersebut bisa membantu teroris, hati-hati!
Untuk yang kedua, fenomena ini bisa saja menjadi sebuah gold plan kelompok terorisme. Terdapat kemungkinan bahwa teroris sengaja menjadikan ini sebagai sebuah pola strateginya. Dengan sering terjadinya fenomena seperti ini, teroris tidak akan ada keraguan untuk terdeteksi. Sebab sudah banyak yang bercanda dengan mengaku sebagai orang yang berperilaku bagaikan teroris.
Apapun sebab dari terjadinya fenomena ini, akan membuahkan akibat yang sama, hanya satu. Fenomena ini akan mengakibatkan terganggunya sistem keamanan di Indonesia. Civil society terhadap aksi terorisme akan terkikis, semua akan maklum dengan ancaman aksi terorisme. Bayangkan bagaimana jadinya jika ada yang mengaku membawa bom benar-benar membawanya? Sedangkan banyak orang sudah menganggap itu adalah bagian dari candaannya.
Pihak penjaga keamanan tidak cukup dengan memberikan peringatan dengan memberikan penyataan berbentuk larangan dalam melakukan hal tersebut.
Merunut pada dua analisis di atas, maka pihak-pihak penjaga keamanan harus membuat investigasi mendalam untuk menemukan sebab sebenarnya.
Kalau pun fenomena ini memang datang dari kurangnya mental dan semangat bernegara, tetap akan memberikan dampak serupa dan wajib ada penanganan serius untuk menanggulanginya.
Namun jika ini adalah bagian dari strategi teroris yang nyata, maka teroris ini sangat pintar dan pihak-pihak penjaga keamanan akan mendapatkan tugas ekstra.
#NikmatnyaSeranganFajar
KOMENTAR ANDA