MBC. Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Pemanfaatan Dana Kelapa Sawit dianggap merugikan para petani sawit.
"Kita meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut Perpres tersebut, karena implikasi di lapangan hanya merugikan petani sawit dan bertentangan dengan UU Perkebunan," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi di Jakarta, kemarin.
Yoga menuturkan, kehadiran Perpres Nomor 61 tahun 2015 yang memuat kebijakan pungutan ekspor CPO sebesar 50 dolar AS per ton melenceng dari UU 39/2014 yang disusun oleh Komisi IV waktu itu.
"UU kan dibuat untuk melindungi petani sawit, nah yang terjadi tafsir terhadap UU ini lebih banyak ditunggangi oleh konglomerat dan pemilik kapital, sangat merugikan petani sawit," ujarnya.
Karena menurut Yoga, dana yang dihimpun dari pungutan ekspor CPO ternyata lebih banyak disalurkan untuk subsidi produsen biodiesel dari minyak CPO.
Kebijakan pungutan Ekport CPO tersebut berdampak pada penurunan pendapatan dan kemampuan pembayaran kredit para petani plasma sawit dan petani sawit mandiri .
"Hanya menguntungkan produsen bahan bakar nabati, hanya mendorong peningkatan kemiskinan petani di Indonesia, Perpres ini perlu dicabut," tegasnya.
Seperti diketahui, pemerintah Jokowi telah memungut pajak ekspor 50 dolar AS per ton untuk CPO dan 30 dolar AS per ton untuk olahan serta produk turunan sawit. Skema ini akan berjalan ketika harga CPO global di bawah 750 dolar AS per ton.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA