post image
KOMENTAR
Terdapat beberapa elemen dasar yang perlu direvisi dari Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Paling penting soal anggaran dengan mengubah alokasi untuk penyelenggaran pilkada dari APBD ke APBN. Tujuannya untuk menciptakan kepastian anggaran dalam penyelenggaran pilkada.

Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menjelaskan, soal pencalonan juga penting diperhatikan. Yakni dengan memfokuskan satu lemabaga negara yang memiliki fungsi serta tugas untuk mengurusi sengketa pencalonan. Sedangkan untuk menimalisir terjadinya fenomena calon tunggal, bukan justru membuat ambang batas maksimal dukungan koalisi partai pengusung kepala daerah. Namun, mempermudah syarat dukungan calon baik perseorangan maupun partai politik dengan cara menghilangkan syarat jumlah dukungan kursi minimal DPRD.

"Selain meminimalisir terjadinya calon tunggal tetapi mampu membiasakan iklim kontestasi dengan desain pemilu konkuren," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/1).

Ketiga, lanjutnya soal kampanye, di mana iklan di media massa sepenuhnnya dibiayai oleh negara. Sedangkan pencetakan atribut dan distribusi alat peraga lainnya dibebankan kepada peserta yang diatur jumlah serta tata letaknya oleh penyelenggara pemilu.

Kemudian debat publik para calon kepala daerah. Debat tidak perlu dibatasi pada level provinsi atau kabupaten/kota semata, tetapi untuk pilkada gubernur dapat dilakukan sampai dengan level kecamatan. Sedangkan pilkada bupati/walikota dapat dilakukan sampai dengan level desa/kelurahan dengan ketentuan tidak harus melibatkan pasangan calon semata.

"Dapat dilakukan oleh tim pemenangan dari pasangan calon karena esensi utama dari debat publik ialah untuk memahami dan menguji gagasan, visi-misi, sampai dengan program yang ditawarkan oleh calon kepala daerah," beber Fadli.

Kelima adalah politik uang. Revisi UU Pilkada wajib memuat ketentuan sanksi bagi setiap calon kepala daerah yang terbukti terlibat praktik politik uang untuk meraih suara. Keenam, hak pilih harus juga memberikan hak pilih pada penyandang disabilitas mental.

"Ketujuh adalah soal calon tunggal. Mengisi kekosongan pengaturan mengenai penyelenggaran pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah," kata Fadli.

Terakhir menyangkut waktu penyelenggaran pilkada. Perludem menilai, ke depan, dalam rangka mengefektifkan penyelenggaran pemerintahan di daerah serta menimalisir praktek transaksional dalam perumusan kebijakan diperlukan desain pemilu konkuren. Yakni dengan menyatukan pilkada dengan pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dengan tujuan untuk menciptakan coattail effect serta membangun koalisi permanen sejak awal. [hta/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa