MENJATUHKAN, menyisihkan, menghancurkan dan memusnahkan adalah perilaku-perilaku yang tidak aneh di atas tanah anak adam ini. Kesemuanya dipertontonkan turun menurun hingga peradaban mewarisi sebuah kepalsuan.
Lihatlah anak-anak Adam ini, demi agama katanya, membuat gedung-gedung religius yang megah menghalangi pandangan ke arah manusia tertindas, sakit dan kelaparan dibaliknya. Lihat juga anak-anak Adam yang katanya dipilih dan dipercaya oleh rakyatnya untuk mengawal peradaban, malah menciptakan panggung-panggung kebohongan guna menyembunyikan perilaku khianatnya.
Kehidupan sudah palsu sejak awal dimulainya perjalanan manusia. Mulai dari paham bernegara, berbangsa sampai beragama. Semua berada dalam sebuah kepalsuan, rekayasa.
Alam semesta tidak dengan sendirinya mengada dan ada , ada sesuatu yang mutlak disana katanya, maha pencipta. Anak-anak Adam membangun peradaban, kerajaan, negara hingga agama bukan dengan kemampuan aslinya, mereka menggunakan petunjuk yang sudah ada bertepatan dengan diciptakannya alam semesta.
Palsu, direkayasa, itulah hidup!
Jika memang hidup sudah ada rekayasa pedomannya, sudah palsu sejak awal, kenapa anak-anak Adam masih saja menjalani hidup dengan kepalsuan lagi? Kenapa memalsukan kehidupan yang sudah palsu ini?
Satu ditambah satu sama dengan dua, palsu ditambah palsu sama dengan dua palsu. Seandainya memang anak-anak Adam menggunakan perilaku dalam berkehidupan menggunakan kepalsuan dari dirinya, maka mereka tidak akan sanggup mencari sebuah keaslian yang benar, mendekati pun tidak.
Keaslian, orisinalitas, tidak dapat diukur menggunakan jasad anak-anak Adam dan hal lain yang dimaterikan olehnya. Keaslian, orisinalitas, menjadi ghoib keberadaannya, tidak hadir. Serupa seperti hantu, tidak hadir materinya, begitupun orisinil.
Walau begitu, bukan berarti anak-anak Adam tidak sanggup menjadi orisinil dan tidak sanggup mencapai orisinalitas mutlak. Tetap bisa menjadi orisinil, syaratnya hanya satu, gunakan kepalsuan yang dari awal sudah ada sebagai satu-satunya kepalsuan. Dengan begitu, maka mereka anak-anak Adam itu dapat menjadi orisinil untuk kehidupannya di dalam peradabannya.
Anak-anak Adam juga dapat menemukan keaslian, sesuatu yang ada dibalik kepalsuan alam semesta yang direkayasa ini. Namun itu tidak mudah, dengan jasad dan materi yang tidak bisa menjadi ukuran keaslian, ada dua pilihan yang sangat sulit untuk mencapai orisinalitas mutlak yang ada dibalik alam semesta.
Pilihan pertama, satukan jasad atau materi anak-anak Adam dengan ide, jiwa, energi dan semangat (esensi). Kedua, lepaskan ide, jiwa, energi dan semangat dari jasad anak-anak Adam, menjadi mati. Karena orisinalitas yang ghoib keberadaanya, maka hanya yang ghoib dan yang mampu bercampur dengan yang ghoib yang bisa mencapainya.
Ada kisah tentang sebuah bagian di muka bumi ini yang dulunya bernama Nusantara. Kisah yang dapat menjadi contoh perjalanan sekelompok anak Adam, yang di dalamnya juga menceritakan tentang kepelsuan yang dipalsukan.
Pimpinan tertinggi dan pembantu-pembantunya yang dipilih dan dipercaya rakyat (katanya) untuk memimpin eks Nusantara ini sering memalsukan kehidupan yang sudah palsu. Dua contoh buktinya, pertama ada sekelompok satria penyedia jasa pengantar apapun sesuai pesanan yang berkostum sempat dinyatakan ilegal oleh salah satu pembantu pimpinan tertinggi eks Nusantara. Kemudian dengan model perawakan yang digagahkan pimpinan tertinggi angkat bicara, kurang lebih begini, “Mereka jangan dilarang, biarkan saja ekonomi kerakyatan berjalan”.
Contoh kedua, baru-baru ini ada seorang anak Adam dengan sekolah tak tinggi yang bernegara di eks Nusantara ini mampu membuat tekhnologi yang memproyeksikan gambar-gambar hidup. Ia sempat dilarang oleh pengurus urusan hukum dengan alasan anak Adam itu tidak melengkapi administrasi yang melegitimasikan adanya de jure. Sekali lagi serupa dengan contoh pertama, kemudian salah satu pembantu pimpinan tertinggi bak pahlawan mengatakan, “kami akan membantu anak Adam itu untuk mendapatkan administrasi yang menjadi de jure”.
Pemerintahan eks Nusantara ini, sudah ada aturan-aturan yang direkayasa, yang palsu, sebagai panduan hidup bernegara. Dengan dua contoh di atas, hanya kepalsuan di atas kepalsuan yang ada disitu. Jika memang mereka melaksanakan yang palsu itu dengan sebenar-benarnya, tidak dipalsukan lagi, tidak ada yang inkoordinasi. Tidak ada yang berlaku bak pahlawan, semua potensi akan tercium dan pemerintah eks Nusantara mampu menjalankan strategi yang terintegrasi.
Ada kisah lain tentang eks Nusantara ini, memalsukan kehidupan beragamanya. Kian mirip dengan negara “gereja” di masa lampau, praktik beragama hanya demi menjalankan dan mempertahankan keberlangsungan berbagai kepentingan sepihak. Ada juga yang baru saja membangun rumah ibadah dengan megah yang teramat, mencoba memalsukan kondisi yang ada. Kondisi yang ada tersebut adalah kondisi beberapa anak Adam yang sakit, lapar, dan tertindas. Kalau saja praktik beragama ini tidak dipalsukan lagi, uang-uang untuk membangun gedung megah peribadatan lebih pantas diberikan untuk anak-anak Adam yang sedang dalam kondisi celaka.
Masih banyak kepalsuan-kepalsuan dari eks Nusantara ini, tidak hanya pemerintahannya, berlaku juga untuk rakyat-rakyatnya. Keaslian memang sudah sangat sulit dicapai, atau apa memang itu yang dimaklumi pasar untuk tetap berlangsung? Orisinalitas sudah kian mirip dengan hantu, tidak pernah hadir materinya.
Jika orisinil itu ghoib, maka ada hantu baru dimuka bumi ini. Ya, hantu itu disebut orisinil!
#NikmatnyaSeranganFajar
KOMENTAR ANDA