Pembangunan destinasi wisata Danau Toba yang menjadi sorotan lima menteri patut diapresiasi. Namun, hal ini tidaklah cukup hanya sekedar ungkapan semata, haruslah juga dilihat dari sisi kelembagaan, prioritas kawasan, regulasi dan pembangunan infrastrukturnya.
Hal itu dikatakan Penggiat untuk Komunitas Bumi Miduk Hutabarat kepada MedanBagus.Com, Rabu (13/1).
"Pembangunan destinasi wisata Danau Toba yang ditangani lima menteri sebenarnya makin bagus. Namun dari sisi kelembagaan ini yang belum jelas. Koordinasi inilah yang nantinya akan menjadi kendala. Seharusnya, ditentukan juga siapa yang menjadi penanggung jawabnya di daerah, kalau hanya SKPD saja akan sulit menteri berkoordinasi. Nah, seharusnya ini juga dipikirkan, siapa yang bertanggung jawab untuk mengeksekusi pembangunan destinasi ini nantinya," ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, pendekatan terhadap masyarakat juga harus diutamakan, karena pasti akan ada pro dan kontra. "Inilah pekerjaan besar pemerintah daerah, bagaimana menyadarkan masyarakat sekitar agar sadar wisata. Karena selama ini, kepedulian pemerintah daerah itu sangat minim, hal ini terbukti dari alokasi-alokasi anggarannya yang sangat minim, yakni dari sisi pengembangan, pendampingan dan penguatan agar masyarakat sadar wisata," bebernya.
Dikatakannya, jika hanya dilihat dari sisi upaya menteri dalam mengembangkan suatu daerah, sejak dahulu memang begitulah program kerjanya. Sejak dahulu, menteri pariwisata, menteri kehutanan sudah ada, tetapi perambahan hutan liar malah semakin merebak, pariwisata daerah juga tidak berkembang. Pengembangan destinasinya sejak dahulu masih tersendat-sendat. Bahkan pada tahun 2015, dari segi alokasi APBN ke Sumut saja kosong.
"Nah, inilah kenyataan yang kita hadapi. Inilah hal utama yang harus diperhatikan para menteri itu," ucapnya.
Selain itu, jelasnya, pembangunan infrastruktur di kawasan Danau Toba, pada tahun 2015 juga tersendat, sementara pengembangan marketing dan pengembangan destinasinya adalah program kerja Kementerian Pariwisata. Kemudian, mengenai moratorium pengembangan kehutanan, sampai sekarang juga belum dikeluarkan. Padahal masyarakat sudah mengajukannya berkali-kali. Sementara, katanya, ini merupakan hal yang penting sebagai menjaga kesehatan kawasan, dalam pengembangan destinasi pariwisata.
"Selama ini, beberapa kabupaten yang kita kunjungi masih banyak longsor dan rendahnya daya tahan lingkungan terhadap polusi. Nah, ini juga harus dipikirkan pemerintah, bagaimana mengatur sampah rumah tangga, sampah restoran dan sampah perusahaan serta polusi yang berasal dari ternak. Inikan paling rentan mencemari Danau Toba," ungkapnya.
Menurutnya, kelima menteri yang sepakat bekerjasama dalam pembangunan destinasi wisata Danau Toba tersebut, haruslah juga memutuskan prioritas kawasannya, apakah prioritasnya lebih utama ke pariwisata atau budidaya. Karena selama ini, tingkatan budidaya ikan di Danau Toba semakin meningkat.
"Nah, ini bagaimana menertibkannya. Apakah nanti sudah dibangun destinasi wisata, masih boleh ada kerambah?. Ini jangan rancu, harus diputuskan dahulu, apa prioritas perekonomiannya sebagai basis utamanya. Jika prioritasnya adalah pariwisata, air Danau Toba harus steril dari budidaya ikan. Karena jika tidak, siapa yang bisa menjamin para wisatawan mandi di Danau Toba badannya malah gatal-gatal. Apakah pemda sudah siap regulasinya untuk hal ini, agar ada yang bertanggung jawab dan yang dapat menjamin, para wisatawan aman dan nyaman saat berekreasi ke Danau Toba," tukasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA