Hak angket Freeport harus segera terwujud untuk membuat terang isu kongkalikong antara perusahaan tambang itu dengan kelompok "orang kuat" di Indonesia.
"Tahun 2016 adalah tahun membongkar kasus Freeport. 2016 adalah tahun konsolidasi kedaulatan sumber daya alam. Itu sudah saya sampaikan kepada teman-teman di DPR," tegas Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, dalam diskusi publik "Evaluasi Kritis, Sepak Terjang PT Freeport Mengelola Tambang di Indonesia", di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa, (12/1).
Sejak ada gonjang-ganjing "kasus papa minta saham", DPR terus berupaya membuka tabir Freeport yang selama ini sangat eksklusif. Selama 48 tahun Freeport beroperasi di Papua, masyarakat tidak diperbolehkan mengetahui apa yang terjadi.
"Ada apa di balik semua ini? Kenapa seorang Dirut PT Freeport berkoordinasi dengan Menteri ESDM yang kita tahu suruhan dari pejabat tinggi di negeri ini. Untuk itu dibutuhkan keberanian untuk membongkarnya," ucapnya.
Fahri tegaskan, masyarakat adat Papua sesungguhnya terisolasi di tanah mereka sendiri, sementara kekayaan alamnya terus dikeruk oleh PT Freeport. Kesenjangan sosial pun semakin tinggi di sana.
"Selain jarak yang jauh dengan kita, terdapat juga jarak emosional antara kita dengan warga Papua. Masyarakat Papua itu adalah bagian dari NKRI, kita harus memandang orang Papua seperti kita memandang diri kita sendiri, agar orang Papua menganggap kita sebagai bangsa sendiri," ujar Fahri.
"Angket adalah alat untuk membuka apa yang tidak terbuka. Mau membuka masalah kenapa harus takut," tambah dia. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA